Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apakah yang Disebut Sukses?

1 Juni 2024   06:30 Diperbarui: 1 Juni 2024   06:42 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://p2ptm.kemkes.go.id/

Semakin merenung tentang sukses, semakin membuat saya bingung. Mungkin dulu ketika saya belum memahami tentang kehidupan secara utruh, saya pikir bahwa sukses adalah bila kita bisa meraih segala sesuatu yang kita inginkan. Harta berlimpah sehingga bisa bepergian ke tempat-tempat yang saya inginkan. Mendapatkan kedudukan atau jabatan tinggi serta memperistrikan seorang wanita yang baik dan cantik.

Namun dalam usia saya yang semakin menua ternyata semakin memahami bahwa semuanya hanyalah hal-hal yang membingungkan. Bila kita dapat mendapatkan semuanya, bisakah membuat kita bahagia? Realitanya semakin banyak yang diperoleh semakin membuat kita ingin menambah dan menambah lagi. Ya, seperti kita minum air laut atau air garam. Semakin banyak diminum semakin haus. Apakah ada batas atau ceiling banyaknya harta? Apakah ada batas tingginya jabatan? Puaskah kita dengan mendapatakan wanita cantik?

Semakin banyak harta membuat kita sema kin ketakutan. Takut hilang, takut dirampok/dicuri dan lain sebagainya. Bahkan bisa membuat kita sema kin tidak pekan terhadap penderitaan orang lain. Semakin banyak harta semakin kikir, sehingga kita lupa bahwa harta yang kita peroleh juga merupakan hak orang lain yang dititipkan. Kita lupa bahwa kebahagiaan hanya bisa diperoleh bila kita bisa membuat orang lain tersenyum di saat kita bisa berbagi sesuatu kepada mereka.

Setinggi apapun babatan, hanyalah pinjaman. Sebelum jabatan tersebut kita sandang, bukankah orang lain pernah mendudukinya. Tentang jabatan, saya ingat cerita tentang seorang raja.

Ketika seorang raja baru menduduki tahta yang diwariskan ayahnya, ada seorang bijak bertanya : 'Siapakah pemilik singgasana itu'. Sang raja menjawab dengan bangga, 'Akulah pemilik yang sah'.

Kemudian sang bijak meneruskan pertanyaan : 'Sebelum baginda, siapakah pemiliknya?'

Sang raja menjawab : 'Ayahku.'

Sang bijak bertanya lagi : 'Siapakah pemilik sebelum ayahmu?'

Sang raja menjawab : 'Kakekku.'

Sang bijak berkata : 'Perhatikanlah baginda raja, setelah dirimu, maka tahta juga akan baginda wariskan kepada putramu. Bukankah semuanya hanya pinjaman?'

Sang raja terbium, dan baginda raja merasa sangat berterima kasih, dan ia berjanji bahwa dengan tahta yang sekarang disandangnya, ia akan berupaya berbagi agar rakyatnya mengalami kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun