Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dharma Penopang Kehidupan

3 Mei 2024   06:30 Diperbarui: 3 Mei 2024   06:31 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan menarik: 'Apakah yang bisa membuat kita bisa hidup?' Atau, prinsip apa yang membuat kehidupan terus bisa berlangsung?

Yang pertama dan utama adalah bahwa semua makhluk hidup bergantung pada alam, tumbuhan dan ruang. Adanya alam dan isinya membuat manusia bisa hidup. Tanpa ruang, kita tidak bisa hidup. Ruang merupakan merupakan salah satu elemen yang membuat manusia hidup. Elemen lainnya: Air, Bumi, Udara, dan Api.

Tanpa ada makanan, tumbuhan, hewan serta air, kita tidak bisa hidup. Jangan lupa, usara membuat kita hidup. Jadi yang bisa membuat atau menopang kehidupan kita adalah alam semesta. Oleh sebab itu, kita harus melayani alam; bukan menyelamatkan. So, hidup selaras dengan alam Inilah yang disebut dengan DHARMA. Istilah ini didapatkan dari peradaban Hindu. Hindu bukanlah agama, tetapi suatu wilayah peradaban.  

Bukan rahasia lagi bahwa banyak orang tidak mau memahami istilah Dharma. Bahkan begitu mendengar kata atau istilah Dharma, kita langsung menolak. Cara berpikir sempit masih meliputi kita semua. Karena kita masih mengkaitkan kata atau istilah yang berbau Hindu atau bahasa Sansekerta dengan keyakinan tertentu tanpa mau memahami esensi dari kata tersebut. Padahal makna yang lebih dalam dari DHARMA adalah melakoni hidup sesuai dengan Dharma itu yang dibutuhkan agar terwujud kehidupan yang harmonis.

Hidup selaras dengan alam merupakan pemahaman DHARMA yang sesungguhnya. Dengan kata lain, keharmonisan hidup dengan alam berarti bentuk melakoni dharma. Tidak perlu mengakaitkan atau menghubungkan kata Dharma dengan keyakinan tertentu. Ketertutupan diri kita terhadap kata atau istilah membuat kita mengkerut. Ketertutupan kita terhadap suatu pengetahuan kemudian melakoni karena kita anggap yang kita yakini selama ini paling baik membuat kita semakin sakit. Sakit mental inilah penderitaan yang menakutkan.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pola pikir kita akan memengaruhi mekanisme kerja organ tubuh kita. Ketika mekanisme terganggu, maka terjadi ketidakseimbangan atau ketidak-harmonisan dalam diri kita. Jadi bila hidup tanpa melakoni DHARMA dan pada akhirnya kita menjadi sakit.

Keluasan pikiran atau pandangan terhadap sesuatu yang baru amat sangat membantu evolusi mind yang belum sadar menjadi sadar. Ya, sudah merupakan sifat alami bahwa cara kita berpikiran semestinya terus berkembang atau meluas. Dan pada suatu ketika mind yang hanya memikirkan kebendaan menjadi sadar ini disebut intelejensia atau buddhi. Gugusan mind yang sadar atau intelejensia ini yang membuat kita menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang utuh adalah manusia yang memiliki pola hidup yang harmonisis dengan alam. Dengan berkembangnya kemanusiaan dalam diri ini membuat seseorang menjadi insan Tuhan. Ia memahami perannya sebagai manusia, menebar kebajikan uentuk kepentingan bersama. Bukan hanya untuk golongan atau kelompok sebagaimana keyakinannya sendiri.

Hidup yang hanya berlandaskan ritual dengan doktrin dari suatu kepercayaan atau keyakinan tertentu membuat gaya hidup kita kaku. Kita tidak bisa hidup hanya dengan melakukan ritual dan sembahyang sebatas gerakan. Kita mesti me-implementasikan segala macam ritual atau sembahyang dalam kehidupan yang selaras atau harmoni dengan alam semesta.

Ketidaksadaran kita membuat alam semesta kacau. Karena pengaruh lingkungan, pola pikir kita hanya mementingkan golongan atau kelompok sendiri Cara berpikir seperti ini yang mengacaukan kedamaian alam semesta. Kebanyakan dari kita menganggap bahwa bila kita telah melakukan gerakan sebagaimana yang disarankan dalam keyakinan kita, kita sudah bebas melakukan segala tindakan. Seakan kita sudah melakukan kewajiban dengan gerak yang tanpa dilandasi pemahaman. Inilah dogma atau doktri yang kemuadian membentuk gaya hidup kita menjadi kaku.  

Inilah keteledoran kita. Kita hanya melihat atribut luaran. Kita lupa esensi jati diri kita. Kita masih menyembah tampakan luar. Ya, bagaikan menghargai buku datnya dari sampulnya. Kita lupa bahwa leluhur kita dahulu memiliki kepercayaan animisme. Suatu kepercayaan yang menghargai alam. Dengan kata lain, keyakinan Animisme merupakan gaya hidup yang selaras dengan alam.

Bisakah kita hidup tanpa pohon?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun