Sampai sekarang saya bingung, mengapa kita mesti memeluk keyakinan yang bukan asli warisan leluhur kita? Bukan kah kearifan lokal kita lebih sesuai dengan situasi dan kondisi milik kita?
Bukan suatu kebetulan bila kita lahir dan hidup di suatu lokasi. Saya meyakini bahwa keberadaan kita di suatu tempat mesti memiliki maksut bagi Jiwa ini. Tidak sesuatu yang kebetulan, selama kita meyakini dan mempercayai bahwa tiada yang terpisah antara : 'masa lalu, kini dan akan datang'. Karena perpisahan terjadi semata pikiran kita sendiri.Â
Karena semua keyakinan atau kepercayaan semestinya diimplentasikan yang selanjutnya menghasilkan outcome atau dampak yang bermanfaat bagi lingkungan serta sesama. Bagaimana mungkin yang bukan berasal dari sesuatu yang lebih sesuai dengan keberadaan kita bisa diterapkan?Â
Mungkin kalau saya mengambil contoh seperti buah apel. Apel yang tumbuh dari tanah di tempat kita berada mesti lebih sessuali daripada apel yang berasal dari luar. Karena pohon yang tumbuh di wilayah kita lahir sudah sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Bumi ini makhluk hidup, kalau tidak hidup, bagaimana bisa menumbuhkan pohon yang kemudian menghasilkan buah yang kita konsumsi. Kita lahir dari tanah yang sama, yan itu pula yang sesuai dengan tubuh kita.
Kembali ke masalah keyakinan dan kepercayaan. Ada kemungkinan kepercayaan yang dari luar tidak sesuai. Mengapa?
Keyakinan yang dibawa dari luar sesuai untuk daerah atau penduduk dimana kepercayaan tersebut lahir. Suatu keyakinan atau kepercayaan bisa dikatakan baik bila setelah diterapkan memberikan outcome yang baik juga bagi kehidupan masyarakat banyak dan lingkungan. Bila hanya baik di atas kertas, tetapi tidak imlemented, mengapa digunakan?
Nusantara sudah kenal leluhur yang memiliki kearifan jauh sebelum keyakinan yang kita bawa dari luar tumbuhkembang. Mengapa?
Karena realitanya kita berada di suatu wilayah yang terlebih dahulu eksis, sehingga kebiasaan-kebiasaan baik yang selaras dengan lingkungan sudah pasti ada terlebuh dahulu. Â Mau bukti? Lihatlah kearifan lokal leluhur nusantara. Pelajarilah kebijakan Sunda, Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan sebagainya. Kearifan lokal selain yang saya sebutkan di atas penuh dengan petuah yang memanusiakan manusia.
Bukan kah tujuan agama atau keyakinan  juga ke arah yang satu itu, memanusiakan manusia? Mengapa mesti ragu dan malu terhadap keindahan dan ke baikan warisan leluhur. Ragu karena kita pernah di kira atau disangka penyembah berhala, seperti penyembah pohon?
Pernahkah terpikir oleh kita tentang esensi penghormatan penebangan pohon? Warisan leluhur yang luar biasa. Seandainya pen sakralan pohon tetap lestari, tiada bakal terjadi bencana kemanusiaan seperti tanah longsor dan banjir. Mengapa?
Para leluhur kita sudah sadar betul bahwa manusia bisa hidup karena jasa tumbuhan dan alam. Darimana makanan kita berasal? Dari bumi. Apa fungsi pohon - pohon besar? Akar yang kuat menahan tanah agar tidak longsor. Mengapa di sekitar beringin tua sering ditemukan mata air? Karena akar memiliki kemampuan untuk menahan air. Tidak diragukan bahwa adanya pohon besar sekaligus juga jadi sumber air.
Itulah sebabnya pada zaman dahulu penebangan pohon dipersulit dengan syarat sajen atau upacara. Tujuannya jelas, mempersulit orang menebang pohon secara membabi buta. Kemudian cara lain dengan mengatakan bahwa pada pohon ada penunggu dan sebagainya. Dengan cara menakuti terbukti manusia takut menebang pohon. Suatu kebijakan yang cerdas. Penyelamatan pohon berarti penyelamatan kehidupan manusia. Bukan kah air merupakan kebutuhan utama manusia. Manusia bisa hidup tanpa makan selama beberapa hari, tetapi tanpa air, manusia sulit bertahan hidup.
Mengapa tampaknya utusan pembawa pesan untuk kebaikan manusia tidak turun di nusantara? Karena memang nusantara tidak lagi butuh seorang pembawa pesan yang baru. Sangat besar kemungkinan, nabi sudah turun di wilayah ini. Wilayah Sunda Land. Buktinya adalah tersebarnya kearifan berbasis kedaerahan. Jawa, Sunda, Tapanuli atau Batak, Sulawesi, Kalimantan, dan lain daerah sudah memiliki keraifan lokal. Bukan kaerifan impor. Jika tidak percaya, jangan terburu membantah, tetapi gali dan pelajari punya leluhur masing - masing, saya yakin bahwa leluhur anda memilikinya. Bukan impor dari daerah gurun atau Nasaret.
Sangat besar kemungkinan ada yang mebantah, itu berasal dari budaya, bukan nabi. Lha, saya akan balik bertanya, duluan manakah antara agama dan budaya? Pasti lebih dahulu budaya. Mengapa? Mari kita telaah makna kata budaya. Budaya berasal dari kata 'budhi' dan 'hridaya'. Budhi berarti tradisi atau lebiasaan yang baik, selaras dengan alam. 'Hridaya' berarti saripati atau inti. Jadi budaya berarti saripati atau inti kebiasaan yang baik. Budaya bukan sebagaimana yang diartikan secara negatif, seperti budaya korupsi dan sebagainya. So, agama semestinya tidak lepas dari budayanya. Dan ini terkait erat dengan lingkungan setempat.
Pernahkah kita berpikir, mengapa para nabi kebanyakan turun di wilayah Timur Tengah? Petnahkah kita mengaitkan antara wilayah yang tidak pernah damai dengan wilayah turunnya nabi? Bukan kah wilayah Timur Tengah merupakan wilayah yang jarang damai? Jika kita mau menelaah dengan pikiran terbuka, kita akan memahaminya.Â
Jika tidak, itu juga bukan urusan saya.......Â
Saya hanya menyampaikan kegelisahan saya. Sama sekali tidak berpretensi buruk terhadap agama. Tidak.... Bukankah para rasul dan nabi adalah pengingat untuk menuju ka jati diri manusia. Bukan untuk berkuasa atas manusia? Itulah sebabnya para rasul dan nabi juga selalu berpendapat bahwa Tuhan mengirimkan utusan Nya setiap zaman dan wilayahnya masing - masing. Tuhan Maha tahu. Dia lah sang maha bijaksana.
Pikiran kita lah yang sempit sehingga selalu saja menganggap bahwa si fulan lebih baik daripada si badu. Semua ulah pikiran. Ulah ego yang selalu merasa paling benar sendiri..... Jika ini yang terjadi, Dia belum eksis dalam hati kita....
Tanpa sadar karena ketidaktahuan tentang warisan mulia dari leluhur dianggap kuno. Namun demikian, saya percaya bahwa bia kita terapkan keduanya, milik kita akan lebih sesuai untuk nigeri ini.Â
Selam ini, kita hanya  terhipnosis oleh baran baru, tetapi ini juga karena kebodohan dan rasa rendah diri sehingga kurang menghargai ketinggian budaya sendiri....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H