Selama ini saya pikir, mereka yang senang bersekolah dalam banyak cabang ilmu di perguruan tinggi adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan banyak, tetapi setelah membaca pesan dari buku Niti Sastra ulasan Bapak Anand Krishna, saya mengerti baru memahami bahwa mereka yang berpengetahuan bukan kolektor ilmu dari sekolah atau pun buku, tetapi yang terus mengembangkan pengetahuan lebih luas :
Pengetahuan bagaikan racun bagi mereka yang malas dan tidak mau menuntutnya;
Sebagaimana makanan yang tidak tercerna pun menjadi racun dan menyebabkan penyakit.Â
Sebagaimana berkumpul dengan orang banyak tidak menyenangkan hati mereka yang jurang bergaul;Â
Sebagaimana pasangan yang tua renta mendongkolkan hati seorang perawan jelita yang masih muda.
(Kutipan dari Buku Niti Sastra by Anand Krishna)
Bagi orang berpengetahuan berarti memahami bahwa pengetahuan semestinya diterapkan sehingga memberikan manfaat bagi banyak orang. Yang dimaksudkan bermanfaat adalah memberikan kesejahteraan orang lain atau sesama makhluk hidup. Ya, bagaikan makanan yang hanya sekadar mengetahui namun dapat dipastikan tidak mengenyangkan.Â
Pengetahuan yang hanya untuk memenuhi pikiran atau otak tetapi tidak memberikan manfaat bagi orang banyak hanya menjadi beban otak. Dengan kata lain, berpengetahuan berarti membuka diri untuk terus menggali dan menggali sehingga pada suatu ketika berakhir atau berujung bahwa segala sesuatu pengetahuan yang diberikan alam bisa bermanfaat bagi kalangan lebih luas termasuk lingkungan.
Bila hanya untuk mengenyangkan otak saja atau memenuhi pikiran kemudian digunakan untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya, apalagi membuat kita semakin sempit cara pandangnya.
Banyak di antara kita yang memilki bermacam gelar. Track record akademisnya sungguh membuat orang berdecak kagum. Sungguh rajin menghadiri cabang ilmu pengetahun semata untuk mengejar gelar. Tanpa sadar sesungguhnya yang ia kejar hanyalah hanya pengakuan dari luar akan kehebatannya dengan berbagai gelar. Namun sesungguhnya yang ia lakkan bagaikan seorang yang menggali banyak lobang untuk menemukan sumber air, tetapi ia tidak mendapatkannya. Penggaliannya tidak berhasil mendapatkan sumber air.
Demikian tujuan penggalian ilmu pengetahuan adalah untuk menemukan sumbernya. Inilah pengetahuan sejati yang menjadi tujuan utama keberadaan di bumi. Mengapa saya katakan demikian?
Karena bila hanya mengejar ilmu pengetahuan saja tanpa menggali sampai kedalaman sehingga menemukan sumbernya, maka kita akan meleset dari tujuan kelahiran di bumi. Semuanya akan menjadi beban otak kita, bagaikan keledai dibebani setumpuk buku tanpa memahami isi buku yang dibebankan di atasnya.Â
Saya percaya akan banyak yang tidak setuju cara pandang saya, itu juga tidak salah bila tujuan kelahiran di bumi semata hanya untuk mencari harta benda, tetapi cara ini bagaikan kita berjalan di tempat sama selama beberapa kali lahir. Dulu lahir cari duit, sekarang juga sekadar mengumpulkan harta duniawi. Suatu perjalanan tiada akhir; lahir-mati-lahir lagi, dan mati lagi. Hidup memang suatu kontinyuitas tanpa akhir.
Perhatikan di sekitar kita, semuanya hanya pengulangan. Tubuh kita mati, roh yang terdiri dari gugusan pikiran dan perasaan yang terdiri dari berbagai obsesi yang belum dipenuhi tetap ada. Ingatlah teman, tubuh kasar ditinggalkan, tubuh halus akan tetap eksisi untuk melanjutkan perjalanan.
Kehidupan tetap akan berlanjut, walaupun kita mati.Â