Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kasihanilah Mereka yang Merendahkanmu

10 Maret 2024   06:30 Diperbarui: 10 Maret 2024   06:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.sinarharian.com.my

Betul sekali, mereka sangat patut dikasihani; mungkin bila kita memiliki kebesaran hati, berikan mereka rasa kasihmu. Karena ketika mereka merendahkan diri kita, mereka sesungguhnya telah mengakui kekalahannya. Dan bahkan bisa dikatakan mereka sadar bahwa mere pencapaiannya tidak bakal bisa lebih unggul atau lebih baik daripada kita.

Tanpa disadari energi yang semestinya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas diri telah digunakan untuk merendahkan lawannya. Hal ini telah terbukti ketika terjadi pemilihan umum untuk menentukan presiden ke 8, setelah Jokowi. Saya perhatikan di medsos, segala cacimaki yang bersifat merendahkan terhadap paslon nomor 2 sama sekali tidak digubris. Dan terbukti pada saat debat ke 4 terjadi penurunan suara dari paslon yang menyerang. Dan pada debat terakhir, tiada satu pun paslon yang berani menyerang lagi.

Kalau tidak salah pengamatan saya, banyak pelajaran yang telah diambil oleh masyarakat bahwa paslon yang menyerang atau merendahkan hanya membuktikan bahwa adanya ketidakpercayaan diri sehingga perlu merendahkan lawan. Dan terbukti juga bahwa kemenangan suara bagi paslon nomor dua cukup telak. Walaupun saya juga tidak mendukung program pemberian makan gratis bagi anak sekolah. Berdasarkan pengamatan saya, besar kemungkinan besar peluang dana yang akan disalahgunakan untuk kepentingan sendiri. Mengapa kita memberikan ikan, bukan kah sebaiknya memberikan bagaimana cara memancing? Ini pandangan saya, bila ada yang memiliki cara pandang beda, itu juga tidak salah.

Kembangkan Program Swasembada Pangan

Kita dikarunia tanah subur dan laut yang luas sehingga memiliki peluang untuk menjadi suplier bahan makanan, baik pertanian dan kelautan/perikanan. Mungkin ada yang akan membantah, ada teknologi bahwa makanan masa depan bisa direkayasa berbentuk hanya pil yang bisa mengenyangkan. Cara konsumsi pil atau rekayasa genetika adalah bertentangan dengan sifat alam.

Mari kita renungkan bersama:

Dengan konsumsi pil yang bisa membuat kita merasa kenyang sesungguhnya hanya manipulasi otak, mungkin; maaf bila salah. Dalam pemahaman saya, bagaimana dengan organ dalam tubuh kita? Bila hanya konsumsi pil akan membuat organ dalam tubuh tidak bekerja lagi. Lama kelamaan akan lumpuh. Tangan dan kaki yang tidak digunakan dalam waktu lama bisa mengecil dan suatu ketika tidak lagi bisa digunakan. Hal sama bisa saja terjadi pada organ dalam perut.

Satu hal lagi, pernahkah terpikirkan bahwa rekayasa genetika tumbuhan sehingga tidak memiliki biji, seperti anggur, semangka/melon, dan alpukat sebenarnya tidak lagi memiliki 'prana' atau daya hidup/life force. Biji dari tanaman atalha bentuk daya hidup atau life force yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Manusia sangat butuh daya hidup, baik dari udara maupun tumbuhan. Bayangkan, kita bisa enek konsumsi buah-buahan tanpa biji tetapi tanpa ada daya hidup yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Daerah Pulau Jawa dan Sumatra  merupakan lahan subur yang sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi lumbing pangan. Sejak kecil ketika tahun 1960 an, di sekolah telah ditanamkan bahwa Indonesia merupakan negara pertanian atau agraris. Ini sangat tepat untuk menjadi potensi pemasok makanan bagi negara lain. Mau tidak mau, seberapa pun suatu negara maju dalam teknologi, mereka toh butuh makan juga? Sayangnya kita salah atau kurang tepat mengelola potensi yang sangat berharga ini. Saya masih ingat presiden ke dua, Pak Harto yang berasal dari petani ada program di televisi untuk berdialog dengan petani. Dan saat itu ada momen kita bisa ekspor beras.

Demkian juga lautan yang sangat berpotensi dalam perikanan. Untuk mendapatkan hasil laut yang optimal tidak dibutuhkan untuk memberi makan ikan; cukup kita mengatur cara memanen ikan dengan tepat. Sangat memungkinkan untuk membagi zona panen ikan. Dan larang penangkapan ikan yang produktif, misal dari ukuran berat. Lepaskan ikan yang ditangkap bila kurang dari berat kilogram, karena masih produktif. Selanjutnya mesti dibangun area tempat yang bisa untuk mengirim hasil laut di wilayan tertentu. Jadikan VISI bahwa tahun tertentu di masa depan: Indonesia menjadi eksportir ikan dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun