Seringkali kita menganggap sehat bila tidak sakit, tetapi bagaimana dengan defini WHO?
'Definisi sehat menurut WHO adalah keadaan sempurna secara fisik, mental, serta sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan.'Â (Sumber : https://www.kompas.com/sains/read/2022/)
Jadi bukan hanya tidak sakit saja yang disebut dengan sehat oleh World Health Organization (WHO)
Sehat mental sangat berpengaruh terwujudnya sehat fisik. Bila mental kita terganggu, misalnya stres atau depresi yang menjadi fenomena di era modern, dipastikan akan mengganggu tubuh atau fisik kita. Korelasinya sangat jelas, bila pikiran kacau akan dengan mudah kita melakukannya hal-hal yang bisa merusak diri kita. Misalnya seseorang yang mengalami stres berat bisa melampiaskan dengan makan apa saja untuk mengatasi melupakan stres, akibatnya semua makanan yang tampaknya enak, tetapi sesungguhnya meracuni tubuh bisa kita konsumsi. Â Yang penting enak di lidah, tetapi kita tidak pernah berpikir : 'Apakah makanan tersebut sesuai dengan kebutuhan organ dalam tubuh kita? Misalnya makanan manis yang berlebihan atau makan tidak sesuai waktunya, misalnya malam hari'Â
Banyak studi literatur menyebutkan bahwa waktu makan di malam hari mengganggu proses detoksifikasi organ dalam tubuh kita, jadi data dipastikan ini akan mengganggu mekanisme proses detoksifiksi tubuh. Karena pola waktu makan yang hanya mengikuti kebiasaan, kita melakukannya kesalahan pada tubuh kita. Kita luka bahwa tubuh kita hanyalah titipan yang dipinjamkan oleh-Nya. Bisakah kita mengatur jantung atau ginjal agar berhenti sejenak? Dengan kata lain ada kekuatan lain yang mengatur kinerja organ dalam tubuh kita. Jadi bijaklah merawat organ dalam sebagai barang yang dipinjamkan oleh-Nya.
Sehat lingkungan berarti kita berurusan dengan pola energi. Â Adanya pola energi sangat berpengaruh terhadap kebiasaan kita. Hati-hatilah memilih teman bergaul bila ingin tetap sehat.....
Bila kita bergaul dengan teman atau lingkungan yang senangnya hanya makan, baik makanan bagi tubuh, atau mata ,atau telinga, seseungguhnya kita telah menjadi tidak sehat. Mereka tidak memahami yang tepat dan dibutuhkan bagi terwujujudnya sehat mental. Mereka masih beranggapan bahwa makanan atau kulineran sebagai healing. Inilah lingkungan toksik. Jelas pamahaman keliru...
Apakah mendengarkan musik keras membuat pikiran tenang? Jelas tidak. Kadang kita hanya ikutan lingkungan yang pemahamannya keliru. Kita terpengaruh trend. Dengan kata lain kita tidak memiliki keteguhan dalam menentukan pilihan yang baik bagi kita. Kita belum memiliki kekuatan untuk melawan arus, sehingga pada akhirnya membuat diri kita jadi budak..Â
Berburu kuliner karena viral dan banyak yang antri. Lagi, kita hanya mengikuti keramaian dan hipnotis yang dijejalkan oleh media. Pengaruh media sangat kuat, sehingga tanpa sadar kita dijerumuskan ke dalam jurang yang bisa merusak pikiran dan kantong.
Pandangan kita yang menyerap energi sebanyak 70% bila tidak dikendalikan akan melemahkan kita. Lapar mata membuat kita mengambil makanan sebanyak mungkin saat kondangan. Padahal jelas perut kita tidak mampu menampung. Kita mencuri hak orang lain yang masih membutuhkan makanan tersebut. Waras kah pikiran kita?
Membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan karena dipengaruhi oleh lingkungan membuktikan kita belum mampu memberdayakan diri sendiri. Kita masih sangat lemah, kita lupa bahwa ada sesuatu yang mulia dan memiliki kekuatan Maha Dahsyat dalam diri kita. Sekali lagi, kita menjadi budak materi.....