Ketika saya menanyakan “Hal-hal apa saja yang selama ini Bapak anggap hal yang efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?”. Beliau menjawab “Pengambilan keputusan dianggap efektif selama ini bila dalam dua posisi dilema beliau menempatkan keputusan pada posisi di tengah dengan posis tarik ulur mungkin akan menimbulkan menang satu atau lainnya”. Bapak Sugiyono juga memaparkan bahwa beliau sering memilih jalur tengah untuk nemampung dua kepentingan yang berbeda. “Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika pak?" tambah saya. “Tantangannya yang pertama biasanya ada kemungkinan untuk protes, karena merasa dirugikan dan merasa yang benar, tapi setelah diberi pemahaman biasanya tidak protes lagi” ujarnya.
Wawancara terus berlanjut, saya menanyakan “Apa Bapak memiliki sebuah tata kelola atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Bapak langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang dijalankan?” Beliau menjelaskan bahwa tak ada jadwal yang pasti dalam menyelesaikan kasus. Jika belum terselesaikan saat ini bisa dilanjutkan lain waktu, tapi beliau mengusahakan secepatnya. Kemudian pertanyaan saya lanjutkan dengan “Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Bapak dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?” Beliau mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada yang membantu.
Jam sudah mendekati pukul 12 sampailah saya pada pertanyaan terakhir dari wawancara kedua saya. Saya mencoba menggali pembelajaran yang dapat Bapak Sugiyono petik dari semua pengalamannya dalam mengambil keputusan dan dari semua hal yang telah disampaikannya tadi mengenai dilema etika. Beliau memaparkan bahwa dilema itu muncul karena perbedaan kepentingan, sebagai pemimpin beliau ingin semua berjalan dengan baik. Beliau menambahkan “Pembelajaran yang dapat dipetik adalah kita harus menempatkan semua orang dengan perlakuan yang sama, dan dalam mengambil keputusan kita harus mempunyai pedoman, pedomannya dapat berupa kode etik dan undang undang yang berlaku, baik itu peraturan negara, peraturan pemerintah ataupun lainnya” ujarnya.
Hasil wawancara yang telah saya lakukan bersama dua pemimpin hebat hal yang menarik ialah mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk sekolah dan semua warga sekolah. Kedua Kepala sekolah itu mempunyai cara tersendiri dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan, tapi tetap berpijak pada nilai nilai kebajikan universal. Dalam mengambil keputusan pada kasus dilema etika juga mempunyai banyak tantangan, seperti keputuasan harus dibuat dengan mempertimbangkan banyak faktor dan dapat mengakomodir semua pihak.
Hal yang menganjal yang masih menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana pemimpin satuan pendidikan tersebut dapat berkolaborasi dengan baik dengan berbagai pihak dalam membuat keputusan-keputusan yang sulit. Selain itu saya mendapatkan bahwa para pemimpin tersebut tidak serta merta menggunakan 9 langkah pengujian keputusan, mungkin karena memang sudah terbiasa dalam menghadapi berbagai kasus dilema etika dan menentukan keputusan-keputusan yang sulit.
Dari Hasil wawancara dengan 2 kepala sekolah tersebut terdapat persamaan dan perbedaan, persamaan mencakup:
- Semua narasumber mempunyai pemahaman yang kuat tentang dilema etika dan bujukan moral, mereka dapat mengidentifikasikan sitiuasi-situasi yang memerlukan keputusan yang tepat dan cepat.
- Semua narasumber mengedepankan nilai kebajikan dalam mengambi keputusan.
Selain persamaan terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat saya tangkap dari kedua narasumber yang saya wawancara diantaranya adalah:
- Dalam mengambil keputusan Ibu Siska lebih cenderung berkolaborasi dan mendapat faktor dukungan berbagai pihak untuk mempermudah membuat keputusan yang sulit. Sedangkan Bapak sugiyono tidak memiliki faktor yang mempermudah dalam membuat keputusan, menurut beliau kolaborasi akan dilaksanakan jika dari analisis beliau hal tersebut diperlukan.
- Dalam membuat keputusan Ibu Siska lebih sering menggunakan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan Bapak Sugiyono lebih mengarah pada peraturan yang berlaku dan berupaya membuat keputusan dengan mengambil jalan tengah untuk mendapatkan “win win solution”.
Secara keseluruhan kedua pemimpin memiliki pemahaman yang kuat dalam dilema etika dan mengambil keputusan walaupun pendekatan yang mereka gunakan berbeda-beda tapi tetap mengedepankan nilai-nilai kebajikan.
Rencana ke depan para narasumber dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika adalah dengan tetap memulai pengambilan keputusan dari tahap identifikasi mendalam dari semua kasus yang ditemui untuk mendapatkan data yang akurat. Ibu Siska juga mengemukakan beliau akan memperbanyak kolaborasi dengan berbagai pihak dan pemangku kepentingan. Untuk bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka, narasumber sepakat untuk tetap memantau baik jangka pendek ataupun jangka panjang, dan diskusi terbuka jika diperlukan.
Wawancara ini memberikan banyak manfaat bagi saya, bertemu para pemimpin dan mendapatkan pembelajaran bagaimana mereka menghadapi dilema etika dan membuat keputusan dengan mengedepankan nilai-nilai kebajikan. Sebagai pemimpin pembelajaran saya akan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian keputusan, dan saya akan menerapkannya mulai dari sekarang dalam hal pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sesuai dengan yang dipelajari pada modul 3.1 pendidikan guru penggerak. Karena utamanya membuat keputusan berbasis nilai kebajikan merupakan keahlian yang harus dilatih terus menerus, layaknya atlit yang mahir karena sering berlatih.