Hari senin tanggal 05 Agustus 2024, rencananya saya akan melakukan wawancara dengan Kepala SMPN 2 Pulau Punjung yang merupakan sekolah tetangga yang terdekat dengan sekolah saya. Sesampainya di sana ternyata kepala sekolah yang bersangkutan tidak ada di tempat, karena memang kami tidak membuat janji terlebih dahulu. Dari SMPN 2 pulau Punjung saya akhirnya memutuskan pergi ke SMPN 3 Sitiung yang berjarak lebih kurang 3 Kilo Meter dari SMKN 1 Pulau Punjung. Kami disambut dengan baik oleh guru disana dan di minta menunggu beberapa saat karena kepala sekolah sedang menerima tamu lain.
Pukul 10.20 WIB kami masuk ke ruang Kepala SMPN 3 Sitiung, Ibu Siska Erliani ,M.Pd. Kami disambut dengan ramah dan pembicaraanpun mengalir dengan baik. Disana saya menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami Terlebih dahulu, terkait tugas modul 3.1 demontrasi kontekstual mengadakan wawancara dengan pimpinan/kepala sekolah tentang praktik pengambilan keputusan selama ini di sekolah. Dari SMPN 3 Sitiung saya kembali ke SMKN 1 Pulau Punjung, melakukan wawancara kedua terkait tugas demontrasi kontekstual modul 3.1. Saya mewawancarai Bapak Sugiyono M,Pd beliau sudah memasuki tahun ke dua menjabat sebagai pimpinan di SMKN 1 Pulau Punjung.
Wawancara pertama saya dengan Kepala SMPN 3 Sitiung yaitu Ibu Siska Erliana, M.Pd. Saya memulai wawancara dengan pertanyaan pertama tentang bagaimana selama ini Ibu Siska mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral. Beliau mengemukakan bahwa selama ini jika ada kasus biasanya beliau mencari dulu detail kasusnya kemudian menganalisis kebutuhan misalnya kasus-kasus tersebut memerlukan penyelesaian seperti apa dalam mengidentifikasi sebuah kasus, kasus tersebut merupakan dilema etika bila memiliki dua nilai yang perlu untuk dipertimbangkan seperti kasihan atau ikut aturan yang sudah disepakati. sedangkan bujukan moral menurut beliau bisa dilihat dari kasus yang memiliki nilai yang sudah pasti benar atau salahnya dan ada aturan hukum yang dilanggar.
Pertanyaan kedua yang saya kemukakan adalah: "Selama ini, bagaimana ibu menjalankan pengambilan keputusan di sekolah ibu, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?" Beliau memaparkan bahwa ketika ada kasus yang sama-sama memiliki nilai kebajikan, harus mengidentifikasi dengan detail mengumpulkan informasi data dengan lengkap dari sumber yang bersangkutan langsung, jika data sudah cukup, dilanjutkan koordinasi dan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait jadi menurut beliau sebelum di diskusikan, seharusnya sudah punya data yang lengkap.
Selanjutnya, ketika ditanya terkait langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa lakukan selama ini. Jawabannya adalah: “langkah pertama yang biasa saya lakukan adalah dengan analisis, selanjutnya kumpulkan informasi dan data, jika perlu diskusi dan kordinasi dengan pihak terkait, baru selanjutnya diputuskan”
Kemudian pertanyaan saya lanjutkan dengan: “Hal-hal apa saja yang selama ini Ibu anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?” Beliau menjawab: “Hal efektif dalam pengambilan keputusan dilema adalah dengan memposisikan diri kita seperti mereka dulu, misalnya pada kasus dilema etika pada kenaikan kelas siswa, mereka ini berada pada posisi apa, kita masuki dan dengarkan dan pahami, baru kita bisa menggunakan langkah-langkah penyelesaian tapi prinsipnya apa yang diputuskan harus berpihak pada perkembangan murid”.
Pertanyaan saya berikutnya terkait hal-hal yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika, Ibu Siska menjawab: “tantangan dalam kasus dilema etika yang dialami siswa, biasanya siswa memiliki latar belakang keluarga yang tidak mendukung pendidikan”. Ketika saya berikan pertanyaan kembali “apakah Ibu memiliki sebuah tata kelola atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Ibu langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang dijalankan?”. Beliau Mengemukakan bahwa tak ada jadwal tertentu dalam menyelesaikan kasus dilema seperti ini, jika ada permasalahan diusahakan sesegera mungkin diselesaikan supaya tidak merembes ke yang lain, karena jika masalah dibiarkan berlarut larut dapat mendatangkan masalah lain.
Selanjutnya saya tanyakan “Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Bapak dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?” “Ada, sebagai kepala sekolah ada beberapa guru yang sejalan dengan pemikiran dan dapat diajak berdiskusi” jawab Ibu Siska. Pertanyaan terakhir saya adalah “Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Ibu petik dari pengalaman Ibu mengambil keputusan dilema etika? Beliau menegaskan sebagai pemimpin jangan gegabah dalam membuat keputusan, harus mengetahui betul detail kasus yang terjadi. Itulah hasil wawancara pertama saya dengan pemimpin di SMPN 3 Sitiung.
wawancara kedua saya hari itu saya lanjutkan dengan mewawancarai Kepala SMKN 1 Pulau Punjung, Bapak Sugiyono, M.Pd, yang merupakan pimpinan tempat saya bertugas. Saya menemui beliau di ruang kepala sekolah ditengah kesibukan beliau sebagai kepala sekolah dan juga sebagai pengajar praktik. Saya melakukan perbincangan singkat mengenai maksud dan tujuan kedatangan saya terlebih dahulu, beliau merespon dengan baik dan juga bercerita tentang beberapa kasus dilema etika yang ditemui disekolah. Kemudian wawancarapun dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama saya tujukan pada Ibu Siska Kepala SMPN 3 Sitiung "Bagaimana selama ini Bapak mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?" Beliau memaparkan kasus tersebut bisa dianalisis dengan dipisah-pisahkan, dan dari kasus itu akan nampak selanjutnya kaitkan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Selanjutnya saya juga menanyakan "Selama ini, bagaimana Bapak menjalankan keputusan pengambilan di sekolah Bapak, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?" “perlunya menganalisis terlebih dahulu biasanya jika tidak berbenturan satu dan lain dan mengandung nilai yang baik, itu yang biasanya diambil, yang sesuai dengan kebajikan universal” jawab beliau.
Pertanyaan masih saya lanjutkan terkait langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa dilakukan selama ini jika ada kasus-kasus dilema etika, Beliau memaparkan pertama yang dilakukan adalah melihat kasusnya dan dianalisis untuk mencari solusinya, dengan mengelompokkan permasalahannya sehingga didapatkan solusi yang tepat walaupun kadang tidak 100 persen tapi keputusan tersebut diharapkan mengakomodir banyak pilihan untuk menghindari tekanan-tekanan. Bapak Sugiono juga menambahkan keputusan yang dibuat jika hasil analisanya masih dapat ditangani sendiri, maka tidak perlu kolaborasi, tetapi jika masalahnya sudah kompleks maka perlu kolaborasi.