Pada siang hari di sebuah air terjun di Aiq Bukak yang masuk wilayah Kerajaan Mantang, seorang perempuan cantik sedang mandi. Air yang jernih dan dingin membuat perempuan ini seakan tak mau berhenti mandi.
Tanpa disadari, seorang perempuan muda dengan pakaian seperti dayang-dayang tergopoh-gopoh mendatanginya. Dia terus saja mandi, sampai akhirnya melihat kehadiran perempuan iitu di dekatnya.
"Ampun tuan putri," ujar dayang-dayang saat tiba di depan perempuan yang disebutnya tuan putri.
"Ada apa dayang-dayang?" tanyanya  balik.
"Tuan putri Faradila ditunggu Panglima Ambara di istana?" jawabnya.
"Ada apa dia memanggilku?" ujar Putri Faradila yang merupakan putri tunggal Prabu Santana dari Ambarwati.
"Saya tidak tahu. Dia hanya meminta hamba memanggil tuan putri," jawabnya.
"Baiklah, tunggu aku sebentar. Aku akan ganti baju," ujarnya sambil masuk ke dalam sebuah bilik yang terbuat dari kayu. Setelah itu, dia keluar dan bersama dayang-dayang menemui Panglima Ambara.
Putri Faradila pun mempercepat langkahnya. Namun, ketika semakin dekat dengan aula istana, dia heran seluruh keluarga dan jajaran petinggi kerajaan hadir di tempat itu. Putri Faradila pun semakin tidak tenang dengan kondisi yang ada. Apalagi, tempat itu penuh dengan tangisan dan suasana sedih.
"Ayaahhh.." gumamnya dalam hati. "Ada apa dengan ayah?" Â ujarnya penuh tanda tanya.
"Ayaaaahhhhh," teriaknya ketika dia menyadari apa yang terjadi. "Siapa yang lakukan ini ayah?" tanyanya sambil menangis.