Pulau Lombok selama ini diketahui tidak banyak meninggalkan sejarah masa lalu. Kalaupun ada, hanya masih sebatas sebutan tanpa ada bukti jelas mengenai keberadaan sejarah itu sendiri. Misalnya, Kerajaan Selaparang, kita tidak tahu tepatnya lokasi Kerajaan Selaparang.
Meski beberapa waktu lalu atau awal 2015 di Lombok Timur dihebohkan dengan penemuan kompleks makam yang diklaim sebagai tempat pemakaman keluarga kerajaan, namun hingga September 2015 belum bisa dipastikan. Begitu juga beberapa kerajaan-kerajaan lain yang kini menjadi nama-nama jalan di NTB tidak ada bekas yang ditinggalkan. Namun, setelah Kerajaan Karang Asem masuk, banyak peninggalan bersejarah yang bisa disaksikan dan masih eksis hingga saat ini.
Meski demikian, tidak dipungkiri, jika beberapa ribu tahun silam atau ribuan tahun sebelum masehi, di Lombok pernah ada kerajaan yang pernah eksis. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kerajaan ini seperti kerajaan-kerajaan yang banyak muncul di film-film Walt Disney atau Hollywood.
Sebagai putra Lombok, khususnya Lombok Tengah, penulis yakin dan percaya jika di Pulau Lombok pernah ada kerajaan yang pernah eksis. Apalagi, dokumen masa lalu dalam bentuk babad maupun naskah lontar mengindikasikan tingkat perkembangan, perekonomian masyarakat, maupun kesusastraan pernah eksis. Belum lagi, ada naskah khusus yang membahas sejarah Lombok dibawa ke Belanda dan disimpan di perpustakaan Negara Kincir Angin itu.
Saat masih kecil, penulis tinggal di Lingkungan Tiwu Buak Kelurahan Jontlak Kecamatan Praya (sekarang Praya Tengah) sejak lahir tahun 1977 hingga tamat Madrasah Aliyah Negeri Praya Tahun 1995. Belum lagi di sekitar tempat tinggal penulis, ada sungai Srigangga yang masih alami dan belum dijadikan bendungan tahun 1997. Di sekitar sungai ini banyak gua atau lubang yang jarang berani disentuh oleh orang lokal, karena takut ada binatang buas, seperti ular, kalajengking. Bahkan, ada yang takut, karena di gua itu diyakini tempat makhluk halus tinggal.
Ketinggian sungai dari tanah yang menghubungkan dengan permukaan tanah sekitar 75 meter. Dengan jalanan yang terjal dan curam menjadi mainan bagi anak-anak untuk mendaki atau berlari saat pergi mandi atau main-main. Di atas tanah itu ada hamparan permukaan yang ditumbuhi semak-semak dan beberapa jenis pepohonan lainnya. Bahkan, sangat cocok untuk syuting film-film laga tempo masa lalu.
Kembali ke permukaan tanah itu, penulis tidak tahu persis berapa hektar luasnya. Tanaman yang hidup sporadis dan tidak merata. Apalagi kalau musim kemarau, pepohonan menjadi meranggas dan kering. Hamparan permukaan tanah ini sangat luas, karena terbentang dari Dusun Kampung Tiwu Buak atau Repok dan Mertak.
Tidak hanya itu, di muara sungai ada sebuah  lubang gua yang tidak berani dimasuki sama warga, kecuali yang tidak takut, mereka mencoba masuk atau sekadar menguji nyali. Dari penuturan kakak penulis bernama Mahzan berumur 52 tahun, di gua itu ada sebuah batu pipih berukuran 1 meter dengan bekas tapak kaki di atasnya. Sayangnya dia cerita saat semua itu sudah musnah atau tidak ada, karena sudah ditenggelamkan jadi bendungan oleh pemerintah. Apalagi saat dia cerita, penulis sudah dewasa atau berumur 30 tahun lebih. Sementara waktu itu, penulis masih sekolah di SMP dan belum tahu banyak tentang sejarah atau makna sebuah peninggalan benda bersejarah.
Waktu pun berlalu. Penulis tidak pernah ingat dengan masa kecil di pinggiran sungai Srigangga. Namun, di tengah kesibukan penulis, sepertinya Allah SWT – Tuhan Yang Maha Kuasa – sepertinya ingin mengembalikan ingatan penulis tentang masa lalu di Sungai Srigangga melalui mimpi. Dalam mimpi ini yang terjadi awal pertengahan tahun 2015 ini, seolah-olah Allah SWT menunjukkan ada sebuah istana raja yang megah dengan gaya arsitektur tinggi pernah ada di Pulau Lombok, khususnya di Sungai Srigangga.
Dalam mimpi ini, penulis seolah berada di luar istana kerajaan dan akan memasuki istana raja. Di dalam kompleks istana ini banyak rumah-rumah penduduk dan warga yang melakukan aktivitasnya. Meski bukan berperan sebagai raja atau rakyat seolah tergambar jelas bagaimana istana kerajaan dengan banyak menara seperti di istana kartun berdiri tegak. Namun, sayangnya, penulis hanya berada sebentar di tempat ini, karena terburu terbangun.
Semula, penulis tidak begitu tertarik dengan mimpi itu. Namun, dalam beberapa minggu berikutnya, penulis kembali bermimpi di lokasi yang sama. Seolah-olah melanjutkan mimpi yang sudah lewat beberapa minggu lalu, penulis berjalan bersama dengan beberapa warga untuk dikumpulkan di sebuah lapangan kerajaan. Setelah melalui jalan yang sulit, akhirnya berhasil juga sampai. Namun, lagi-lagi penulis tidak berhasil melihat seperti apa sosok raja yang memimpin kerajaan itu.