Mohon tunggu...
Margo Teguh Sampurno
Margo Teguh Sampurno Mohon Tunggu... Jurnalis - Freedom

Bergerak dalam "Kolom demi Kolom"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Media dan Analisis Wacana dalam Mencegah Hoaks

1 Maret 2019   22:03 Diperbarui: 1 Maret 2019   22:29 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : fathikahelnd31.blogspot.com/

Kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses informasi di era milenial saat ini, telah merubah pola pikir masyarakat dalam melihat dunia. Istilah populer "dunia dalam genggaman" memungkinkan seseorang untuk mengetahui segala hal apapun hanya dengan gadget-nya.

Sehingga arus informasi dan komunikasi yang terjadi, seolah tidak ada batasan dalam mengakses sesuatu. Hal ini tentu banyak aspek yang dapat diambil dari sisi positif maupun negatif di era milenial ini.

Kecenderungan masyarakat yang nantinya berdampak dalam melihat fenomena sosial, dipengaruhi oleh media dan opini publik yang dibuat hanya untuk kepentingan politis. Media-media mainstream baik cetak maupun elektronik, telah memainkan peran dalam penggiringan opini publik yang nantinya dapat mempengaruhi kognisi masyarakat sebagai bentuk keyakinan akan sebuah berita.

Bahkan, masyarakat milenial yang sebagian besar adalah pemuda dengan usia produktif, terkadang tidak lagi mementingkan sumber opini atau berita yang dimuat, tetapi lebih kepada isi berita tersebut. Akhirnya, mereka terjebak dalam sebuah kondisi "kerancuan berpikir" dengan banyaknya opini yang diproduksi oleh media yang belum teruji validitasnya. Ditambah lagi dengan akun-akun media sosial yang mulai memproduksi berita hoax dengan postingan yang tersistematis layaknya sebuah kebenaran publik.

Oleh karena itu, pemuda milenial harus melek literasi media dengan menganalisis konten berita yang disajikan. Hal utama dalam menganalisis informasi media, dapat dilihat dari judul dan paragraf awal berita.

Proses analisis tersebut, selanjutnya dapat dikaitkan dengan kondisi sosial-politik yang sedang trending saat berita tersebut dimuat. Sehingga, makna tersirat dapat terbongkar dengan proses analisis konten yang selanjutnya dapat dilihat kepentingan yang hendak disampaikan. Hal demikian, menjadi sarana pemuda milenial agar tidak terjebak pada berita hoax yang cenderung mengarah pada perpecahan masyarakat.

Maraknya hoax yang muncul di media sosial, tidak terlepas dari fenomena yang dinamakan post-truth. Istilah tersebut sangat erat kaitannya dengan kepentingan politik yang dipelopori oleh dua momen dunia pada tahun 2016 yakni Brexit atau kasus keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Bahkan istilah post-truth menjadi word of the year tahun 2016 versi kamus Oxford karena masyarakat banyak merujuk pada dua momen diatas.

Istilah post-truth dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana fakta kurang dapat berperan dalam menggerakkan kepercayaan publik daripada sesuatu yang berhubungan dengan emosi atau sistem tertentu (kelompok, agama, dan kepentingan politik). Hal ini didukung langsung oleh banyaknya media saat ini yang mengukuhkan produksi-produksi berita hoax, demi melancarkan serangan politik terhadap musuhnya.

Kondisi demikian yang mengakibatkan proses demokrasi berlangsung cacat, meskipun mereka berdalih akan kebebasan pers dalam sebuah sistem demokrasi. Melihat hal tersebut, tentunya pemuda milenial dituntut untuk lebih cerdas dalam menyikapi setiap fenomena yang dihadirkan dalam berita di media. Sehingga, profesionalisme jurnalis mulai dipertanyakan terkait kode etik dalam mengumpulkan berita dan menuliskannya.

Media saat ini juga mulai tidak bisa ditentukan netralitasnya, karena orientasinya yaitu kapitalisme pers dan bisnis dengan melihat dinamika masyarakat dan pesanan berita bagi mereka yang mempunyai kepentingan. Oleh karena itu, literasi media dan analisis wacana sebagai bekal utama pemuda milenial dalam memahami konten berita, agar tidak mudah terprovokasi oleh berita hoax.

Kemajuan teknologi informasi yang tidak relevan dengan kapasitas masyarakat dan pemerintah, sebagai upaya dalam merespon setiap berita hoax yang beredar, turut memperburuk kondisi asumsi publik dalam menyikapi suatu hal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun