Namanya kalau tidak salah Saryanto. Mas Saryanto, ibu penjual nasi itu memanggilnya. Saya duduk berhadapan dengan mas Saryanto, sama-sama makan. Dia makan dengan tenang, sesendok demi sesendok. Bajunya warna biru muda, ada logo di lengan kanan. Menurut perkiraan saya, umurnya sekitar 30-an tahun. Badannya kecil, kurus, rambutnya agak terlambat dipotong.
"Mas, nambah lagi ya," kata ibu penjual, sambil akan memberikan lauk.
"Sampun Bu, matur nuwun," jawab Saryanto sopan, "Sampun tuwuk, kulo."
Sesaat kemudian, dia menyelesaikan makan, lalu menghabiskan sisa minum di gelas, dan mohon diri, "Pareng Bu,matur nuwun. Bade bidal kerjo."
"Monggo mas Saryanto, ngatos-atos, nggih?"
"Nggih, bu. Matur nuwun." Sambil berdiri dan menuju sepeda onthelnya yang usianya sudah cukup tua, di sebelah warung tenda itu.
Ibu pemilik warung itu tidak minta bayaran mas Saryanto. Saya mengamatinya, hingga sampai di jalan raya, dan, hilang dari pandangan. Nampak sekali, bahwa mas Sar sangat hati-hati mengendarai sepeda.
Menurut cerita Ibu pemilik warung tenda, Saryanto adalah anak yang malang, anak yang stress. Ibu itu menyebutnya dengan anak yang "ora genep" (Ibu itu tidak menyebut dengan sebutan yang kasar, edan atau gila, karena memang menurut Ibu itu, dia tidak edan).
Ibunya Saryanto, konon saat muda, cantik, tetapi diberi IQ yang sangat rendah. Dan, seperti sebuah lirik lagu atau cerita duka, ada pria kaya (dan sedang menjadi pejabat), yang bermoral bejat. Terjadilah sebuah peristiwa, yang mengakibatkan lahirnya jabang bayi Saryanto.
Ibu muda dan Saryanto, berpuluh tahun hidup dari belas kasihan orang-orang sekitar. Katanya, Ibu itu punya warisan, tetapi sudah diambil semua oleh saudaranya.
Mas Saryanto sekarang bekerja. Ada seorang penjaga palang kereta api yang baik hati memberikan kesempatan untuk membantu tugasnya. Terutama, saat jam-jam kereta api sedang tidak lewat. Untuk ditinggal tidur sesaat, dan, Saryanto bertugas membangunkan, kalau kereta api akan datang. Bapak penjaga palang kereta api itu tahu, dia tidak mungkin memberi tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar membangunkannya saat tidur. Hingga hari ini, mas Saryanto masih bisa bertanggung jawab dengan tugasnya membangunkan Bapak penjaga palang kereta api.