Mohon tunggu...
Mas Koetot
Mas Koetot Mohon Tunggu... -

margi-rekaos nyobi nguri-uri ajining diri kanthi ngati-ati ugi nderek nepanggaken dlingo wonten http://margi-rekaos.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kartini Keluargaku Kartini Bangsaku

18 Mei 2011   04:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:31 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang Ibu, Nenek, sekaligus seorang pejuang bagi darah daging dan sebuah generasi pada hari rabu tanggal 7 April 2010 telah kembali disisi Allah SWT. Beliau adalah serang ibu dari 5 orang anak, bernama Ny. Rubiyem alias Ny.Martorejo. Dia besarkan semua anak-anaknya seorang diri sejak anak pertamanya berusia 13 tahun. Suaminya meninggal akibat sakit keras dan himpitan kebutuhan hidup yang amat berat. Dalam kesehariannya Rubiyem menghidupi anak-anaknya dengan bertani dan beternak.

Seperti layaknya keluarga lain anak-anaknya juga bersekolah, namun tentu berbeda dengan keluarga-keluarga yang mampu. Anak-anak Rubiyem hanya mampu menamatkan Sekolah Dasar bahkan ada yang tidak tamat hanya karena tidak mampu membayar biaya foto untuk raport. Tiga dari anaknya bahkan pernah keracunan tanaman ubi gadung akibat tidak mampu membeli nasi untuk makan. Kesabaran dan keuletan Rubiyem terus berlanjut sampai anak-anaknya beranjak remaja. Masa kanak-kanak mereka seharusnya diisi dengan canda tawa namun karena himpitan kebutuhan hidup, mereka terpaksa harus melewatkan masa kanak-kanak itu dan membantu mencari nafkah. Anak-anaknya bekerja mencari kayu lalu di jual kepasar, sepulang dari pasar mereka membawa jerami untuk pakan ternak untuk dijual. Berbagai profesi dijalani anak-anak Rubiyem pada usia yang masih muda, ada yang menjual es lilin keliling, menjadi kernet/kondektur angkot dan beberapa profesi kasar lainya dijalani demi sesuap nasi dan untuk melanjutkan kehidupan. Rubiyem dan anak-anaknya tidak punya tujuan lain kecuali untuk sekedar bisa hidup dan sesuap nasi. Setelah anak-anaknya dewasa satu demi satu mereka menikah, kecuali anak nomor empat dan anaknya yang terakhir. kedua anak itu minta izin untuk merantau ke pulau Sumatra, tepatnya di Teluk Kuantan Riau. Sementara tiga orang anak Rubiyem tetap tinggal dan menetap di Kecamatan Dlingo Bantul. Tahun demi tahun dijalani dengan penuh kesabaran, Kerutan kulit Rubiyem hari berganti hari semakin tampak, kulit keriputnya mengambarkan sebuah perjuangan tak kenal lelah, tatapan matanya berkobar menggambarkan semangat hidup tak tekalahkan, langkah kaki-kakinya berbekas sebagai wujud tanggung jawab yang dipikulnya dan tak kenal lelah layakya matahari yang setia menyinari bumi. Tibalah kini matahari kecil itu meredupkan cahayanya, disaat kelima anaknya saat ini hidup berkecukupan. Namun semangat dan tatapan mata Rubiyem masih berkobar dan kebijaksanaan yang dimilikinya masih melekat dalam jiwa meskipun ajal hampir menjemputnya. Seluruh cita-cita sederhananya kini terkabul sudah. Bahkan seorang anak yang dicintainya sepanjang hidup dan belum pernah pulang kampung akhirnya bisa pulang dan mendampinginya menjelang ajal menjemput. Sebelum ajal menjemput, dia sempatkan menujukan sebuah tempat dimana dia menyimpan sedikit tabungan yang dia simpan didalam tanah di bawah tempat tidurnya. Dia berpesan agar uang itu digunakan untuk mengurus segala kebutuhan dalam prosesi pemakamanya. Dia sempatkan pula minta maaf atas segala kesalahan pada anak-anaknya karena tidak bisa membesarkannya dengan limpahan harta dunia. Sebuah pemandangan yang indah, sebuah perpisahan yang sempurna sekaligus sebuah perjumpaan yang sudah lama di nantikan. Nenek Kini engkau sudah bersanding dengan Kakek, kami tahu betapa engkau menahan rindu untuk berjumpa. Engkau lebih memilih tanggungjawabmu untuk membesarkan kami, anak cucu dan buyutmu. Engkau lebih menikmati penderitaan hidup selama ini maka engkau relakan semua inginmu. Tidak banyak hal yang bisa kami berikan tapi yakinlah pengorbananmu tidak sia-sia, engkau akan selalu ada didalam jiwa kami, karena kulit keriputmu akan selalu membekas di hati kami. Rindumu kini telah terobati, bersemayam di pelukan seorang seorang suami yang setia menunggumu hingga kini nenek bersatu kembali. Terimakasih Tuhan Atas Maha Besarmu untuk kakek dan nenek kami tercinta. Nenek Engkau Kartini bagi kami, Sebuah inspirasi nyata sebagai bekal bangkitnya jiwa-jiwa kami yang butuh teladan sepertimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun