Lantas, mengingat sisi positif dan negatif yang timbul dari cancel culture ini, efektifkah cancel culture dijadikan sebagai perwujudan dari sanksi sosial bagi pelaku kejahatan? Sebenarnya jika cancel culture dilaksanakan atas dasar bukti yang kuat dan dengan porsi yang wajar dan tidak berlebihan, maka cancel culture dapat membantu membawa keadilan bagi banyak korban-korban kejahatan serta dapat membawa efek jera pada pelaku kejahatan.
Namun, di era sekarang, banyak masyarakat yang masih mudah termakan hoax dan berita palsu di internet, banyak juga masyarakat yang masih memegang pandangan tertutup atau kolot sehingga terkadang cancel culture ditujukan pada sasaran yang salah. Bukannya menjadi sarana untuk menegakkan keadilan, cancel culture malah kerap kali disalahgunakan oleh masyarakat sebagai alat pemaksaan kehendak dan pendapat,dan tak jarang digunakan sebagai alat pembullyan. Baru-baru ini cancel culture juga digunakan sebagai alat pengekspresian internalize misogynist (kebencian terhadap wanita) seperti yang terjadi pada kasus Amanda Zahra.
Sejauh ini, cancel culture belum menunjukkan kefektifannya dalam menjadi alat penegakkan keadilan. Oleh karena itu, mari kita sebagai masyarakat Indonesia lebih bijak dalam menanggapi permasalahan yang muncul di negara kita serta lebih bijak dalam membaca berita. Selain itu, kita juga harus belajar untuk lebih menghargai pendapat dan pandangan lain yang muncul di sekitar kita.