Nenek Minah (55/petani), mengambil 3 biji buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), ketika sedang memanen kedelai di lahan garapannya. Perbuatan nenek Minah telah diketahui oleh perkebunan Mandor, dan pada saat itu juga nenek Minah telah mengembalikan biji kakao yang diambilnya dan meminta maaf. Namun pihak perusahaan tetap melaporkan kepada Polisi. Akhirnya dalam berkas perkara Nomor No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt, nenek Minah harus menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Adanya perbenturan antara nilai-nilai keadilan pada kasus tersebut. Pertanyaan penelitian dalam kasus ini yaitu bagaimana hukum memandang kasus tersebut dalam perspektif kepastian hukum atau positivisme hukum dan prinsip kemanusiaan.Â
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan yaitu Kasus hukum yang menjerat Nenek Minah ditelaah dengan menggunakan Paradigma Positivisme, ontologinya adalah sebuah kenyataan (hukum). Hukum yang dipaparkan adalah Pasal 362 KUHP. Hakim melakukannya dengan menghadirkan Saksi-saksi dan adanya alat bukti yang cocokkan dengan keterangan Nenek Minah sebagai penipu. Ketika semua unsur Pasal 362 terpenuhi, maka Nenek Minah diputuskan bersalah dan harus dihukum.Â
Singkatnya, Paradigma Positivisme selalu menekankan objektivitas. Paradigma Positivisme yang memayungi aliran Legal Positivisme, menjelaskan tidak ada hukum di luar undang-undang, hukum identik dengan Undang-Undang. Bagaimana pun hukum yang harus ditegakkan yang keadilannya adalah keadilan menurut Undang-Undang. Hukum harus dipisahkan dari nilai kemanusiaan dan moral demi kepastian hukum. Itulah sebabnya Nenek Minah tetap harus dihukum terlepas dari seberapa besar kerugian yang diderita PT Rumpun Sari Antan, karena terbukti secara sah melakukan pencurian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP.
Mazhab Positivisme adalah adalah sebuah aliran dalam filsafat hukum yang memisahkan secara tegas antara hukum dan moral. Aliran ini berpandangan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang dibuat oleh negara, terlepas dari apakah hukum tersebut dianggap adil atau tidak secara moral. Fokus utama positivisme hukum adalah pada bentuk formal hukum, seperti bagaimana hukum dibuat dan diterapkan, bukan pada isi atau substansi hukum itu sendiri.
Menurut argument saya adalah mazhab hukum positivisme memiliki peran yang sangat penting dalam sistem hukum Indonesia. Namun, penerapannya secara kaku juga memiliki sejumlah kelemahan. Untuk mencapai sistem hukum yang lebih baik, perlu adanya keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam aliran filsafat hukum lainnya.
uinsaidsurakarta2024#muhammadjulijanto#prodihesfasyauinsaidsurakarta2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H