Oedipus Rex dan Sangkuriang: Mitos untuk memahami dinamika psikologis hubungan orang tua dan anak laki-laki
Mitos yang berkembang dan bertahan di suatu masyarakat sebenarnya bisa digunakan untuk memahami alam berpikir masyarakat tersebut, terutama mengenai cara pandang diri serta hubungan antar manusia, serta antara manusia dengan alam semesta. Mitos biasanya bersifat implisit sehingga esensinya perlu ditelusur dan dianalisa bagian-bagian narasinya hingga mencapai suatu makna.
Untuk memahami bagaimana alam berpikir sebuah masyarakat mempengaruhi perilaku manusia, maka perlu digali komponen psikologis yang ada di dalam cerita mitos yang bertahan di masyarakat tersebut.Â
Dalam rangka memahami alam berpikir masyarakat tentang moralitas, kita bisa menelusuri nilai-nilai yang diungkap secara eksplisit atau implisit di dalam mitos.
Saya akan menggunakan konsepsi psikologis Oedipus complex dalam model pendekatan Psikodinamika untuk menganalisis mitos Oedipus Rex (Yunani) dan mitos Sangkuriang (Indonesia), dalam rangka memahami alam berpikir masyarakat mengenai dinamika hubungan antara orang tua dan anak laki-laki, serta nilai moral dalam kedua cerita tersebut.
Oedipus Complex dalam Psikodinamika
Oedipus complex adalah konsep teori psikoanalisa yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud dalam bukunya Interpretation of Dreams (1899) dan diuraikan lebih lanjut dalam buku A Special Type of Choice of Object made by Men (1910).Â
Diambil dari mitologi Yunani "Oedipus Rex", tentang seorang anak laki-laki bernama Oedipus yang membunuh ayahnya dan menikahi ibunya; Freud mengkonseptualisasi perkembangan kepribadian dan psikoseksual manusia terjadi ketika invididu mengalami peristiwa seperti Oedipus.
Terutama pada masa Phallic (sekitar usia 3-6 tahun), anak laki-laki akan membenci ayahnya sebagai musuh karena harus bersaing untuk mendapatkan kasih ibunya, misalkan: ayah bisa mengambil dan tidur dengan ibu yang mengakibatkan ibu jauh dari anak.Â
Namun, anak akan mengetahui bahwa ia selalu lebih lemah dari ayahnya. Ia merasa tidak berdaya melawan dalam persaingan tidak seimbang ini.Â
Anak laki-laki jadi ketakutan jika melawan ayahnya. Â Takut akan dihancurkan atau dikebiri (fear of castration), akibatnya anak laki-laki memiliki perasaan benci tapi juga takut pada ayahnya.Â
Menghadapi konflik psikologis ini, anak dapat mengalami complex. Complex adalah kondisi dimana emosi anak ditekan atau tidak bisa diselesaikan yang bisa menyebabkan perilaku dan kondisi mental bermasalah.
Menurut Freud, penyelesaian atau resolusi Oedipus complex terjadi ketika anak laki-laki menerima kekuatan ayahnya dan berhenti membenci ayahnya. Kebencian dan permusuhan pada ayah harus ditekan (represi) agar bisa terbentuk seperangkat nilai (moral) pribadi yang mengatur perilaku (superego).