Mohon tunggu...
Margareth
Margareth Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu dua anak yang terus berjuang untuk menjadi murid yang taat ditengah ketidaksempurnaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Versi Terbaik dari Diri Kita, Mungkinkah?

2 Desember 2022   22:07 Diperbarui: 2 Desember 2022   22:12 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari uraian di atas, dapat kita katakan bahwa penciptaan manusia adalah sesuatu yang unik dan personal. Sifat yang sangat personal ini sungguh terlihat ketika penciptaan itu dikatakan menurut gambar dan rupa Allah atau segambar dan serupa dengan Allah. Hal ini merujuk pada satu makna bahwa relasi manusia dengan Penciptanya begitu dekat. Gambar dan rupa Allah ini adalah suatu kualitas yang menjadikan manusia istimewa dalam hubungannya dengan Allah dan manusia menjadi representasi dari Allah. 

Gambar menyatakan keserupaan bentuk, yang menunjukkan bahwa bentuk luar manusia mengambil bagian dari penggambaran Allah, dan Rupa menitikberatkan kepada kesamaan daripada tiruan, sesuatu yang mirip dalam hal-hal yang tidak diketahui melalui pancaindera. 

Dalam hal ini, manusia menjadi saksi kekuasaan Allah atas ciptaan dan bertindak sebagai wakil penguasa. Dengan demikian, kekuasaan manusia mencerminkan kekuasaan Allah sendiri atas ciptaan, yang melibatkan kreatifitas dan tanggung jawab manusia. Sungguh, kita manusia adalah rancangan yang maha sempurna dari Allah yang Maha Kuasa dan oleh sebab itu tujuan kita diciptakan seharusnya adalah mengasihi Allah, memuliakan Allah saja dan hidup menikmati Allah selama-lamanya.

Namun, meski demikian sempurnanya rancangan Allah yang menciptakan manusia, manusia bukanlah Allah. Oleh sebab itu manusia tidak boleh mengambil peran Allah. Sedihnya, begitu banyak manusia yang menganggap bahwa manusia itu adalah Allah yang sesungguhnya. Sehingga segala aspek hidupnya semata-mata dipusatkan pada diri sendiri (self centered). Sebagai contoh dalam mempertimbangkan sesuatu seringkali hanya melihat diri mereka suka atau tidak, nyaman atau tidak, kurang melihat apakah orang lain juga senang. Atau seringkali mereka hanya ingin mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain. 

Bagaimana ini bisa terjadi? Hal ini dimulai ketika manusia telah jatuh dalam dosa. Manusia dengan kesadaran penuh menerima tantangan si penggoda untuk membuktikan dirinya dapat menjadi seperti Allah, manusia menjelaskan keinginannya untuk menjadi seperti Allah dan keraguannya akan kebaikan Tuhan dalam memberikan perintah. Dosa telah membuat manusia kehilangan kekudusannya dengan memakan buah yang terlarang. Hal ini menjadi persoalan yang sangat serius karena Allah memandang dosa telah merusak gambar dan rupa Allah. Dosa segera merambat pada seluruh keturunan manusia dan menjadi natur hidup manusia yang baru dan seluruh tubuh dan jiwanya tidak ada yang tidak tersentuh dosa.

Dengan demikian, sebenarnya ungkapan “be yourself” atau “be the best version of yourself” rasanya juga menjadi penggambaran dari manusia yang berdosa itu sendiri. Karena sejak kejatuhan manusia dalam dosa, Self atau diri kita sendiri sudah tidak seperti mula-mula diciptakan, Self  kita sudah tercemar dosa yang kotor, apa yang ada dalam diri kita tidak lagi mampu merefleksikan apa yang diinginkan oleh Allah. Dosa telah membuat manusia mencintai dirinya sendiri lebih dari apa pun, mencari pembenaran diri dalam segala situasi ketimbang mencari kehendak Tuhan yang menciptakannya. Dan dosa membawa konsekuensi ke puncak hukuman yang adalah kematian yang kekal. 

Tetapi, Allah tidak membiarkan manusia ciptaanNya dirusak oleh dosa. Allah mau mengembalikan dan memulihkan ciptaanNya. Dengan kasih dan anugerahNya yang besar, Dia mengirimkan AnakNya yang disebut sebagai Gambar Allah yang Sempurna yaitu Yesus Kristus untuk menebus manusia dari dosa. KematianNya diatas kayu salib dan kebangkitanNya dari kematian menjadi jalan pemulihan bagi gambar yang rusak, sehingga kita terus menerus akan diubahkan sesuai dengan gambar Khalik, sesuai dengan Gambar Anak Allah tersebut. 

Inilah yang menjadi keinginan Allah bahwa Dia tidak hanya ingin kita menerima keselamatan dariNya dan bebas dari hukuman kematian kekal, tetapi lebih dari itu Ia juga ingin kita mengalami transformasi dalam diri dan membuat manusia kembali kepada tujuannya semula diciptakan yaitu ciptaan yang mempermuliakan Sang Pencipta.

Transformasi inilah yang dikerjakan Allah dalam diri setiap manusia yang telah ditebus dan percaya kepadaNya, transformasi yang bukan sekedar mengubah pemahaman kita akan suatu hal, tetapi transformasi menjadi seperti Yesus Kristus yang mau taat dan setia kepada Allah. Sehingga kita tidak menjadi diri kita sendiri, melalui ukuran yang berpusat pada diri kita sendiri, tetapi menjadi versi terbaik dari diri yang telah diubah oleh Tuhan (becoming God’s best version of yourself), yaitu menjadi pribadi yang menempatkan Kristus sebagai pusat hidupnya yang baru. 

Sehingga manusia yang lama, yaitu manusia yang hidup menurut kemauannya sendiri dan hidup dalam keberdosaan dapat dipulihkan melalui kuasa penebusan Kristus dalam kematianNya. Sehingga seperti apa yang Paulus katakan dalam Galatia 2:20, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku”.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun