Mohon tunggu...
Cici Sabarofek
Cici Sabarofek Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Doktoral Pengembangan SDM Unair, Dosen Universitas Papua

Aku terus memperbaiki diri dan mencari kesempatan baru untuk berkembang, sambil tetap menghargai hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sasi dan Pemikiran Marx: Menuju Sumber Daya Alam yang Adil dan Kesejahteraan Bersama

5 Desember 2023   23:04 Diperbarui: 5 Desember 2023   23:09 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Kabupaten Raja Ampat (www.rajaampatkab.go.id), 2022

Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat Daya, Indonesia, terkenal karena alam bawah lautnya yang indah. Pulau-pulau di sekitar Teluk Cenderawasih dan Laut Arafura termasuk dalam kabupaten ini. Sekitar 89% dari wilayah Raja Ampat terdiri dari air, menjadikannya salah satu ekosistem laut yang paling kaya di dunia.

Pada hari Kamis, 18 Oktober 2023, penduduk Kampung Aduwei di Distrik Misool Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. mengumumkan bahwa mereka akan membuka sasi atau mencabut larangan menangkap taripang dan lobster di tiga lokasi penangkapan ikan di daerah mereka. Sasi mulai diberlakukan di Aduwei setahun sebelumnya, pada September 2022. Pada Kamis, 19 Oktober 2023, aturan sasi, yang juga dikenal sebagai "buka sasi", dicabut sementara. Untuk lobster dan teripang, "buka sasi" biasanya berarti panen.

Masyarakat adat yang memiliki hak petuanan dapat memanfaatkan kearifan lokal seperti sasi untuk mengelola sumber daya. Namun, orang luar, seperti orang dari daerah lain, dapat melakukan penangkapan di lokasi sasi tanpa melanggar peraturan daerah atau nasional di sumber daya laut yang terbuka. Ini terjadi di Pulau Sayang dan Kepulauan Wayag, meskipun ada sasi laut, kapal nelayan dari luar Raja Ampat sering menangkap ikan di lokasi sasi.  

Pada tahun 2009 Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Suaka Alam Perairan (KKPN SAP) Kepulauan Waigeo sebelah Barat melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.65/MEN/2009. Kawasan seluas 271.630 Hektar ini mencakup Pulau Piay, Pulau Sayang, Kepulauan Wayag, Pulau Bag, dan Pulau Qin. Kawasan ini dilindungi dan dikelola dengan sistem zonasi untuk memastikan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan yang berkelanjutan. (kkp.go.id, 2021)

Sasi, yang menjadi praktik budaya masyarakat di Misool, Raja Ampat, adalah contoh luar biasa tentang bagaimana masyarakat tradisional mengelola sumber daya alam dengan bijak sambil menjaga kelestarian lingkungan. Saat kita menggali tradisi Sasi ini, kita juga dapat melihatnya melalui lensa pemikiran Karl Marx, seorang filsuf dan teoretikus politik yang terkenal dengan pemikirannya tentang kapitalisme, perjuangan kelas, dan keadilan ekonomi.

Dalam pandangan Marx, masalah inti dalam masyarakat adalah ketidaksetaraan ekonomi dan konflik kelas. Isu Sasi mencerminkan ketidaksetaraan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Sumber daya yang melimpah di Raja Ampat menjadi sumber konflik antara kepentingan individu dan komunal. Dalam perspektif Marx, ini adalah bentuk pertentangan yang mencerminkan perjuangan kelas yang lebih luas.

Pemikiran Marx menekankan peran penting negara dalam mengatur ekonomi dan melindungi hak-hak kelas pekerja. Di konteks Sasi, negara yang setara adalah komunitas lokal di Misool. Masyarakat Misool telah mengatur diri mereka sendiri dan menjaga aturan-aturan Sasi untuk menjaga keseimbangan alam. Dalam pengaturan ini, kita melihat elemen-elemen pemikiran Marx tentang peran negara dalam memastikan tatanan sosial yang adil.

Namun, apa yang membuat Sasi unik adalah dimensinya yang melebihi pemahaman rasional. Sasi mencakup unsur-unsur supranatural, di mana masyarakat setempat meyakini bahwa melanggar aturan Sasi akan mendatangkan malapetaka. Ini mencerminkan bagaimana Sasi mengintegrasikan pemahaman spiritual dan moral dalam pengelolaan sumber daya alam.

Ketika kita melihat Sasi melalui lensa pemikiran Marx, kita melihat bagaimana masyarakat telah mencoba mengintegrasikan pemahaman yang mendalam tentang lingkungan dan dunia supranatural mereka ke dalam kerangka aturan yang mengatur penggunaan sumber daya alam. Dalam konteks pemikiran Marx, ini mencerminkan perkembangan budaya yang bijaksana dan pemahaman masyarakat tentang peran mereka dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Sasi adalah contoh nyata tentang bagaimana tradisi budaya dan nilai-nilai sosial dapat menjadi dasar keberlanjutan alam. Ini adalah perpaduan antara pemahaman spiritual, hukum sosial, dan praktek konservasi yang melindungi sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan di Raja Ampat, dan bagi kita semua. Dalam perpaduan antara tradisi Sasi dan pemikiran Marx, kita menemukan inspirasi tentang bagaimana masyarakat dapat berjuang bersama demi sumber daya alam yang adil dan kesejahteraan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun