Mohon tunggu...
Maria Margan
Maria Margan Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar belajar menulis.

Live like a Dandelion. Never give up and always hope for everything in all circumstances.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menunggu dan Tetap Survive dalam Ketidakpastian di Masa Sulit Covid-19

19 April 2020   00:20 Diperbarui: 19 April 2020   00:28 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hal baru ada pendapat bahwa menunggu adalah hal yang tidak menyenangkan, terutama jika menunggu hal tanpa kepastian. Sama seperti yang terjadi pada semua orang di tengah-tengah masa pandemi Covid.19 saat ini. Semua sedang menunggu wabah pandemi Covid19 ini segera berlalu dari muka bumi. 

Karena virus yang namanya cukup imut ini telah dapat meluluh lantakkan semua sendi-sendi kehidupan, tidak hanya di satu wilayah tertentu tapi hampir di semua belahan dunia, baik kaya miskin, penguasa atau rakyat jelat, pemuka agama, kaum atheis atau yang taat beragama pun tidak luput dari serangan pandemi ini. 

Tidak ada yang kebal pada virus Covid19 ini. Dan tidak hanya menyerang kesehatan dan mengancam nyawa manusia saja, tapi yang terburuk adalah semua sendi kehidupan ikut terkena imbasnya. Sektor ekonomi, sektor hukum dan pemerintahan, sektor pendidikan, dan sektor swasta pun merasakan pahitnya pengaruh pandemi ini.

Dan yang menyedihkan virus ini belum ada obatnya, jadi satu-satunya hal yang bisa dilakukan hanya menghambat penyebarannya saja. Dan seperti yang kita ketahui ada banyak negara menerapkan social distancing dengan cara Lockdown total untuk wilayah negaranya, di Indonesia sendiri khususnya wilayah tempatku tinggal di Jawa Timur ini tidak menerapkan Lockdown, hanya kebijakan PSBB saja yang diterapkan. Meskipun tidak lockdown tapi tetap saja imbasnya sangat terasa. 

Sekolah-sekolah harus libur sampai pada masa yang belum bisa ditentukan, Saya pribadi yang memiliki anak yang masih bersekolah ikut pusing, karena Saya biasa hanya memantau anak-anak saya belajar kini harus juga menerangkan materi kepada si anak ketika dia tidak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan secara online melalui grup WA setiap hari. 

Dan itu cukup membuat Saya berpikir ekstra dan tidak jarang berdebat dengan si anak, tapi untungnya ada Google yang banyak membantu proses PBM di rumah saja ini.  

Kebijakan PSBB memang yang paling baik dan sesuai diterapkan untuk negri kami saat ini, itu menurut pendapat saya. Dimana jumlah penduduknya yang besar dengan wilayah geografis yang luas dan kemampuan ekonomi masyarakatnya yang beragam. Bagi mereka yang kaya raya mungkin tidak terlalu terasa berat dijalani tapi bukan berarti mereka tidak pusing, karena disaat ini justru sektor swasta yang sangat terdampak. 

Seperti yang dialami seorang teman saya yang memiliki usaha, karena kebijakan PSBB mengharuskan pemilik perusahaan menerapkan WFH pada karyawannya, membatasi operasional perusahaan dan membuat banyak pekerjaan dan proyek yang harus dihentikan, sementara mereka tetap harus menggaji karyawan yang masih menggantungkan hidup mereka pada perusahaan. 

Dari penuturan teman saya lainnya yang memiliki usaha warung nasi goreng kecil-kecilan, yang hanya bisa membuka usahanya dari jam 5 sore hingga jam 8 malam saja, itupun belum tentu ada pembeli yang mampir, karena saat-saat ini banyak orang berusaha berhemat dan khawatir untuk jajan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun