Kali ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke Morowali, sebuah kabupaten yang terletak di bawah Provinsi Sulawesi Tengah dan konon katanya kaya akan barang tambang. Sebelum berangkat saya tidak sempat untuk searcing-searching mengenai tempat ini, Cuma berbekal kawasan tambang dan tempat asal suami Angel Lelga menjadi Bupati (hahhahaha…. ahli gossiipps :D).
Saya tidak mengira akan mendapat pengalaman yang mengesankan karena berhasil menjangkau tempat ini, soalnya menurut cerita beberapa teman, medan yang sulit menyebabkan banyak orang enggan untuk melakukan perjalanan ke tempat ini. Oke.. prolognya sekian dulu, yuk mari memulai bercerita… Perjalanan Panjang Menegangkan Bandara Haluoleo Kendari Saya dengan tiga teman lelaki berangkat dari Jakarta ke Kendari pada pukul 06.10 WIB, sampai di Bandara Haluoleo Kendari sudah pukul 11.25 WITA. Kami masih sempat makan siang dan sholat dzuhur di Kendari sebelum menuju Pelabuhan untuk naik Speed Boat ‘Angel’ milik salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di Morowali, PT Bintang Delapan Mineral (PT BDM). Speed Boat mewah dengan kapasitas 16 orang itu, memang fasilitas untuk menunjang operasionalisasi perusahaan, tetapi masyarakat sekitar juga bisa memanfaatkan fasilitas ini secara gratis apabila masih ada space dan terlebih dahulu mendaftar. Waktu tempuh kapal yg lebih mirip kapal pesiar ini sekitar 3-4 jam tergantung kondisi cuaca dan gelombang laut. Sebenarnya, selain melalui laut untuk sampai di Morowali bisa menggunakan jalur darat, dengan durasi waktu 9 – 11 jam. Dan jalur inilah yang biasa digunakan oleh masyarakat Morowali jika ingin menuju Kota Kendari (kota terdekat dari Morowali), dikarenakan Pemerintah Daerah setempat belum memiliki kapal sendiri untuk membantu mobilitas warganya. Sehingga, jika ingin potong kompas, maka harus menggunakan kapal-kapal perusahaan yg jumlahnya sangat terbatas. Bisa dibayangkan betapa terisolasinya daerah ini. Jadi Apabila anak-anak ingin kuliah ke kota terdekat, harus melewati jarak yang demikian jauh ke Kendari.
Speed Boat Angel Kembali pada perjalanan saya di atas Speed Boat Angel, saat kapal sudah mulai menjauh dari daratan, mendung turut mengiringi dan pada akhirnya hujan deras mengguyur. Perut sudah mulai bergerak naik turun dan pusing mendera, saya mengharuskan diri untuk memejamkan mata agar isi perut tidak minta keluar. Walaupun sangat susah, akhirnya bisa juga mata ini terpejam, walau masih terdengar samar suara kapal yang bertabrakan dengan ombak. Saya sangat deg-degan teringat film Titanic, saya berusaha keras untuk mensugesti diri bahwa semua baik-baik saja dan berharap segera melihat daratan. Setelah empat jam berlalu, akhirnya saya melihat bayangan mobil-mobil ditepian walaupun terhalang hujan yang makin deras mengguyur. Ingin rasanya hati bersorak soray gembira, namun mengingat saya tidak sendirian, jadi terpaksa stay cool sambil menunggu speed menepi.. Setelah turun dari speed Boat kami dijemput oleh protokoler perusahaan dengan menggunakan mobil Hilux double cabin, khas kendaraan tambang diiringi derasnya hujan. Dan akhirnya menjelang maghrib saya baru bisa merebahkan diri di guest house milik salah satu perusahaan tambang, setelah perjalanan panjang nan menegangkan. Area Tambang Terbengkalai Keesokan harinya, saya bersama teman-teman berkeliling ke area tambang nikel di Morowali. Memang benar kata orang, Morowali kaya akan tambang terutama nikel. Lahan-lahan yang mayoritas gambut terhampar luas. Namun sayangnya pada saat itu, hampir semua area tambah berhenti beroperasi, menyusul larangan ekspor hasil tambang mentah. Dari 72 perusahaan tambang atau bahkan lebih, tinggal satu yang beroperasi yaitu PT BDM, itupun bukan aktivitas penambangan melainkan konstruksi. Mereka berencana untuk membangun smelter nikel dengan kapastitas yang cukup besar (angka tepatnya lupa :D) dengan segala kelengkapannya. Ketika saya mengelilingi area konstruksi, memang sangat terlihat semua komponen berbasis China Shipping, termasuk mayoritas pekerjanya mulai dari instruktur sampai dengan pekerja kasarnya. Menurut informasi perusahaan komposisi pekerja local dan Tiongkok adalah 40:60 dan hal ini akan terus dikurangi. Hal yang bikin saya miris adalah ketika mendengar cerita tentang etos kerja penduduk local dan yang didatangkan dari negeri asal perusahaan sangat berbeda. Produktivitas pekerja kita masih kurang jika dibandingkan dengan mereka. Pekerja local akan lebih memilih menepi sambil menghisap rokok jika hujan turun, sedangkan pekerja local walaupun menyulut rokok sambil bekerja.
Terlepas dari itu, saya membayangkan jika nantinya semua konstruksi selesai dan tambang beroperasi kembali, maka akan banyak sekali menyerap tenaga kerja local. Selain itu ada rencana pembangunan bandara juga. Hasil kerjasama PT BDM dengan pemerintah daerah, rencananya 2015 akan mulai dikerjakan. Saat ini pembebasan lahan telah selesai diproses. Walaupun nantinya, mereka akan membentuk kota sendiri seperti area tambang lainnya, tetapi multiplier effect untuk penduduk local cukup besar. Penduduk Lokal yang Agamis Selesai mengelilingi area tambang, saya menuju ke ibukota kabupaten Morowali. Jarak dari area tambang ke Bungku, nama ibukota Morowali sekitar 2-3 jam melalui jalanan dengan kualitas yang cukup bikin tubuh bergoyang kekanan dan kekiri secara tidak teratur. Sesampai di kompleks perkantoran bupati suasana sudah terlihat normal, setelah sebelumnya yang terlihat hanya hamparan tanah gambut, hutan dan tebing batu. Menariknya adalah, ketika adzan dzuhur berkumandang, semua pegawai bergegas bahkan terkesan buru-buru menuju masjid agung yang terletak di depan kompleks perkantoran. Berdasarkan informasi rekan saya, ternyata di area masjid sudah berderet absen jamaah sholat untuk seluruh pegawai, dan imam sholatnya adalah Bupati-nya secara langsung. Jadi setiap sholat dzuhur dan Ashar pegawai diwajibkan untuk sholat berjamaah di masjid. Saya cukup terkesan dengan kebiasaan ini. Walaupun berjamaah karena terpaksa tapi menurut saya kebaikan memang harus diawali dengan dipaksa. Dalam hati saya berkata, pasti Bupati Morowali sudah Bapak-Bapak tua yang religious. Tetapi saya salah. Pada kesempatan lain, saya sempat bertatap muka secara langsung dengan Beliau yang ternyata masih muda dan bersemangat tinggi (Beruntung Angel Lelga :D). Morowali yang terisolasi ini menaruh harapan besar padanya. Semangat Pak Bupati! Walaupun masuk wilayah Sulawesi Tengah, Morowali lebih dekat ke Kendari dibandingkan Palu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya