Mohon tunggu...
Aba Mardjani
Aba Mardjani Mohon Tunggu... Editor - Asli Betawi

Wartawan Olahraga, Kadang Menulis Cerpen, Tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembeli Bukan Lagi Raja

26 April 2017   08:29 Diperbarui: 27 April 2017   01:00 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini, sejak semalam, saya dan teman-teman yang bekerja di sebuah portal olahraga tak bisa mengunggah berita. Ada masalah dengan penyedia layanan jaringan. Portal kami juga tak bisa dibuka.

Tentu kami kecewa. Karena portal sangat bergantung pada hit/klik pembaca untuk menaikkan rating. Jika sebuah portal pernah sulit dibuka seorang pengguna, maka berikutnya ia sangat mungkin takkan mau membuka lagi portal yang sama berikutnya. Sulit bagi sebuah portal untuk kembali mendapatkan kepercayaan pengguna. Ia bisa jadi kembali seperti portal baru yang harus merayap mendapatkan kepercayaan pembaca dan menaikkan rating.

Tapi, itulah gambaran nasib konsumen di negeri ini. Konsumen tak pernah berada pada posisi yang diuntungkan atau paling tidak pada posisi 50-50.

Dalam hal pengguna jaringan seperti umumnya portal-portal kecil, sekali shut down dan pengguna kabur, penyedia jaringan tentu tak mau tahu bagaimana si pemilik portal kembali membangun kepercayaan publik. ‘Itu bukan urusan gue’.

Hal sama, misalnya, buat pelanggan listrik yang memanfaatkan tenaga listrik untuk berbisnis atau penghobi –ikan misalnya. Begitu listrik padam dan ikan-ikan si penghobi mati karena tak mendapatkan oksigen, apakah penyedia layanan listrik mau ganti rugi? Ah, ‘itu bukan urusan gue.’

Jika seorang pebisnis rumahan rugi dengan turunnya omset karena proses produksi terhenti setelah aliran listrik padam, apakah penyedia layanan listrik mau peduli? Apalagi ganti rugi? O, ‘itu bukan urusan gue.’ Nah, kalau lo telat bayar, itu baru ‘urusan gue’. Lo musti bayar denda.

Hal sama juga pada pengguna jalan tol. Petugas tol dipastikan terus membuka pintu tol meskipun terjadi kemacetan parah di dalamnya. Tak berlaku perhitungan jumlah kendaraan dan total ruang yang tersedia. Kalau kemudian terjadi kemacetan di dalam, ‘Ahai, itu bukan urusan gue’.

Di jalan umum sama saja. Jika ada pengguna jalan tertimpa pohon tumbang, barulah diperiksa pohon-pohon mana saja yang membayakan umum. Kalau seorang pengguna jalan sudah terperosok ke got, barulah kondisi jalan diperbaiki. Kalau ada pengguna sepeda motor terbaik karena ban selip di jalan berlubang, barulah penambalan jalan dilakukan.

Pelanggan air bersih pun begitu. Jika aliran air mati dan konsumen terpaksa membeli air dari sumber lain –beli eceran, penyedia layananan pasti takkan peduli.

Banyak contoh lain. Jadi panjang nih kalau diteruskan. Yang pasti, slogan pembeli adalah raja kini sudah tak pernah berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun