Insting menuntunku untuk memanggilnya. Mas Rama menoleh. Ia nampak sangat terkejut melihat kehadiranku di Bandara. Aku yakin ia memang sama sekali tak menduga kami akan berjumpa secara tak sengaja setelah sangat lama tak saling jumpa bahkan tak saling sapa meskipun melalui media sosial.
"Dari mana, Mas?" aku bertanya. Senyumku mekar. Aku merasa sangat bahagia tiba-tiba bisa berjumpa dengan orang yang diam-diam masih sangat kucintai.
"Aku sudah selesai. Aku baru pulang," Mas Rama menjawab. Wajahnya masih berbinar sehingga dadaku terasa berdebar. Aku merasa ia pun masih mencintaiku.
"Selesai?"
"Ia. Kuliahku sudah selesai. Sekarang aku di sini seperti yang kaulihat."
Ia tak bertanya bagaimana kuliahku. Aku tahu ia sudah tahu apa yang terjadi. "Ada apa kau di sini?"
Aku memanggil Adila yang baru saja merebut emas di Samarinda. Medali berwarna kekuningan melingkar di lehernya.
Adila mendekat. "Aku menjemput Adila dan kawan-kawan. Adila jadi karateka perguruan kami yang merebut emas di Kejuaraan Nasional di Samarinda."
Tanpa kusuruh, Mas Rama langsung menjabat tangan Adila dan mengucapkan selamat.
Aku baru ingin mengatakan sesuatu ketika suara teriakan menyeruak. "Rama!"
Kami sama-sama menoleh. Bu