BANG Jali duduk manyun di ruang tamu. Mulutnya terkatup rapat seperti pintu lagi digeréndél. Tak jauh dari Bang Jali, Mpok Minah juga diam mematung. Kagak berani buka mulut. Maklum, dia tahu dada lakinya masih dibakar émosi. Kemarahan pasti masih berkobar-kobar bahna seharian penuh gagal nemuin anaknya yang dibawa lari si Dodit.
Keheningan itu sontak ambyar serupa tangki aér yang mendadak pecah ketika dari luar terdengar suara orang ngucapin salam likum.
Waktu itu malam menjelang masup waktu Isya. Nunung yang memberi salam dengan suara tertahan. Mpok Minah yang buru-buru ngebukain pintu dan menemukan Nunung berdiri dengan wajah runduk.
“Nunung, Bang,” kata Mpok Minah. Suaranya bergetar kayak sombok sembér. Dia takut kemarahan Bang Jali meleduk kayak gas tiga kiloan dan melampiaskannya saat itu juga.
Bener dugaan Mpok Minah. Bang Jali lompat. Siap mendamprat si Dodit yang dianggapnya keparat. Tapi Nunung buru-buru bersimpuh pada lutut Mpok Minah. Meminta maaf dengan suara terengah dan isak. Bang Jali berdiri tertahan di belakang bininya. Dengan napas terengah.
“Maafin ayé, Nyak,” suara Nunung dalam tangis giris diiringi hujan yang menyisakan gerimis. “Nung udah salah. Nung siap dihukum. Siap diapain ajé...” Nunung mengambil tangan Mpok Minah. Menciumnya.
Dodit tertunduk di belakang Nunung. Berdiri serupa patung. Dengan rasa takut menggunung. Seperti pesakitan yang siap menghadapi hukuman gantung.
“Bé...” Nunung menubruk Bang Jali. “Maafin ayé ama Bang Dodit, Bé...”
Bang Jali berkelit. Mencabot golok dan menghunus. Mpok Minah lemes. Terduduk seperti roti tawar kesiram aér. Bang Jali ngedeketin Dodit. Mendorongnya sampai terjengkang. Namun, bukannya membacok Dodit, Bang Jali ngeléntap ke kebon di samping rumah. Dengan amarah besar, dia menyabetkan goloknya kepada pohon-pohon pisang yang segera saja bergelimpangan.
Setelah puas melampiaskan kemarahannya, Bang Jali menunjuk Dodit dengan goloknya. “Mendingan elu pulang sono. Pulang! Pulang! Pegi! Pegi! Jangan sampé gua tenggel lu!”
Melihat situasi tak menguntungkan, Dodit buru-buru kabur.