Mohon tunggu...
Aba Mardjani
Aba Mardjani Mohon Tunggu... Editor - Asli Betawi

Wartawan Olahraga, Kadang Menulis Cerpen, Tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

3 Tahun, 330 SSB, 33 Provinsi

3 Mei 2013   08:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:12 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEKOLAH Sepakbola (SSB) kini memang tumbuh bak jamur di musim hujan. Banyak orang berlomba mendirikan SSB demi mengeruk keuntungan dari kecintaan masyarakat Indonesia terhadap sepakbola. Hanya beberapa di antara mereka yang benar-benar mendirikan SSB demi mencari bibit-bibit unggul dan mengantarkan para remaja Indonesia mengejar impian mereka menjadi pesepakbola andal serta menjadikan sepakbola sebagai profesi.

[caption id="attachment_251736" align="alignleft" width="300" caption="Taufik Jursal Effendi bersama anak-anak SSB. (Penggunaan foto atas izin)"][/caption]

“Padahal, untuk mendirikan SSB itu perlu ketentuan-ketentuan agar kita tidak semata-mata mencari keuntungan pribadi,” kata Taufik Jursal Effendi, Ketua Umum ASSBI (Asosiasi Sekolah Sepakbola Indonesia). “Aturan mainnya ada,” tegasnya.

Karena itu, untuk menghindari pendirian SSB yang ngasal, Taufik bersama jajarannya terus berupaya memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada SSB-SSB anggotanya. Salah satunya, ASSBI akan menggelar Training for Trainer Coach Educator pada 9-12 Mei di Komda ASSBI Banten.

“Target dan perbaikan manajemen serta pelatih di tingkat grassroot menjadi hal yang sangat penting,” katanya. “Ibarat produksi, SSB itu ka ibarat produk hulu yang harus berkualitas supaya hasil akhirnya (hilir) juga berkualitas. Calon pemain tim nasional harus memiliki tailor-made yang memang dirancang sejak dini.”

Menurut Taufik, ASSBI sudah merancang strategi untuk memperbaiki standarisasi SSB di seluruh Indonesia. “Target kami, dalam tiga tahun ke depan, 330 SSB di 33 provinsi harus sudah sesuai standar Bintang 3,” tegasnya. “Selain itu, kami juga bertekad Indonesia kelak sedikitnya punya 6 akademi sepakbola.”

Sebelum semua itu terwujud, Taufik tentu berharap Indonesia memiliki kompetisi berjenjang yang teratur dan berkualitas serta bisa dipertanggung jawabkan. “Tanpa kompetisi yang baik, apapun yang kami lakukan akan seperti menebar garam ke laut,” katanya.

Untuk aturan pembuatan SSB, klik di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun