Mohon tunggu...
Mardin Gaa
Mardin Gaa Mohon Tunggu... Penulis - Freelance/ Bloggers

Suka membaca buku dan sedikit menulis.Mengembangkan situs blog filsafat.click Pernah Belajar Filsafat pada STFK Ledalero- Maumere.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konsep Kebakaan Jiwa Menurut Para Filsuf : Pencarian Akali tentang Eksistensi Jiwa Manusia Setelah Kematian

31 Januari 2025   08:44 Diperbarui: 1 Februari 2025   01:36 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Eksistensi Jiwa setelah Kematian. (Sumber Gambar : Pastordepan.com)

Ditulis oleh : Mardin Ga'a, pernah belajar filsafat pada STFK Ledalero - Maumere, sekarang lagi mengembangkan website filsafat.click



Dalam kehidupan  keseharian sebagai manusia yang bereksistensial, kita tentu  pernah  diselimuti pertanyaan  tentang apa itu konsepsi kebakaan jiwa dengan maksud  ingin mencari tahu  perihal kekekalan jiwa dan tentang bagaimana kehidupan lanjut manusia setelah kematian.

 Akan kemanakah eksitensi kita setelah kehidupan ? Dan bagaimanakah keadaan jiwa manusia setelah kehidupannya mencapai batasan hukum fisikal-alamiah. Sadari bahwa anutan manusia yang bereksistensial tidak terlepas dari peran jiwa di dalamnya. Proses pencarian dan pertanyaan akan hal ini, menuntut pula para filsuf bahkan dari era klasik  sekalipun akhirnya  menggagaskan tentang hal ini. 

Refleksi semacam ini tentu dipandang sebagai sebuah kegilaan karena ingin mencaritahu sesuatu yang tidak perlu untuk dicaritahu. Apakah refleksi ini lebih cocok dikategorikan sebagai sebuah refleksi imani akan masa depan jiwa dan ekspektasi kebahagiaan eksatologis atau merupakan gubahan sisa-sisa bongkahan dari rumusan teori spekulatif filosofis dari zaman terdahulu semata yang sengaja dihadirkan kembali meskipun faktual dunia dan gejolak zaman ini mungkin sudah kehilangan relevansinya. 

Tentu ini bukan sebuah teori defenitif dimana refleksi mengenai pertanyaan gila ini  alih-alih menjadi valid  digagaskan sebagai konsep kebakaan jiwa. 

Ulasan refleksi akali tentang kebakaan jiwa ini tentu dapat pula disimilarisasikan dengan konsep kekekalan jiwa.  Konsepsi kegilaan ini  diketahui ternyata   pernah dirumuskan oleh para filsuf klasik terdahulu. 

Ulasan ini  dapat kita temukan dalam ajaran tentang jiwa seperti yang pernah dicetuskan oleh Pythagoras, Sokrates, Plato, Aristoteles hingga Agustinus dan Immanuel Kant.

Dalam pergumulan tentang kebakaan jiwa, tentu yang dipertanyakan dan diselami adalah  mengenai eksistensi jiwa setelah kematian. Akan kemanakah manusia dan kesadarannya setelah kematian. Tak disangkal bahwa hal ini memiliki pararelitasnya dengan apa yang ada dalam ajaran Pythagoras.

 Pythagoras -termsuk Mazhab Pythagorean- pernah menyinggung ajaran tentang perpindahan jiwa yang  mana jika diselidiki lebih lanjut ternyata masih mempunyai korelasi dengan ajaran religius yang dikenal dengan aliran atau sekte Orfisme. Pythagoras menjelaskan bahwa jiwa itu tidak dapat mati melainkan mengalami perpindahan. Bahwa jiwa manusia setelah kematian bisa saja berpindah ke dalam hewan dan bila hewan tersebut mati ia pun berpindah lagi dan seterusnya. Hal ini berati terdapat proses siklus mengenai jiwa.

 Untuk menghentikan proses siklus  ini maka jalan yang dapat dicapai sebagai resolusinya adalah melalui proses reinkarnasi (purifikasi). Reinkarnasi dapat dilakukan dengan cara melakukan pantang untuk tidak mengonsumsi makanan tertentu. Penyucian juga dapat dicapai dengan proses tapa dan penguasaan diri.

Sokrates sendiri pernah menyinggung tentang kebakaan jiwa seperti yang tertuang di dalam karangannya yang berjudul Apologia. Dalam Apologia tersebut disampaikan pula bahwa Sokrates bersikap negatif karena ia sendiri tidak tahu tentang mengenai subtansi dari kematian, jadi apakah kematian tersebut dapat mirip dengan keadaan tidur yang panjang atau kematian itu adalah suatu proses perpindahan jiwa ke arah yang lebih baik ia masih belum secara defenitif untuk mengafirmasikannya (K Bertens, Sejarah Filsaat Yunani, hal. 136).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun