Hakim sebagai aktor penegak hukum memiliki peran penting dalam sebuah proses peradilan. Tentunya sudah menjadi kewajiban para hakim untuk mengedepankan keadilan dibandingkan hanya menegakkan hukum dalam putusannya mengingat hakim sering disebut sebagai perpanjangan tangan Tuhan. Akan tetapi, dalam pengimplementasiannya harus diakui bahwa putusan hakim bersifat relatif karena tidak akan dapat memuaskan para pihak. Seobjektif apapun hakim untuk mewujudkan keadilan, pasti akan selalu ada pihak yang merasa tidak puas dan merasa dirugikan. Pihak yang merasakan ketidakadilan terhadap putusan hakim, biasanya akan tersulut emosi dan tidak segan melakukan perbuatan atau tindakan anarkis bahkan kriminal yang mengancam keselamatan hakim baik di dalam pengadilan ataupun di luar pengadilan. Perbuatan atau tindakan ini umumnya kemudian dikenal sebagai Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH).
Pasal 1 angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim menyatakan bahwa perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar pengadilan, menghina hakim dan pengadilan. Ancaman ini dapat berupa ancaman verbal dan ancaman fisik.
Dewasa ini, PMKH masih sering menghiasi wajah lembaga peradilan di Indonesia. Sepanjang 2015-2023, Komisi Yudisial telah menangani sebanyak 118 kasus PMKH. Angka ini akan bersifat fluktuatif cenderung bertambah apabila tidak mendapat perhatian dan penanganan serius dari seluruh elemen masyarakat khususnya pemerintah. Salah satu implikasi nyata dari adanya PMKH adalah menurunnya kredibilitas suatu lembaga peradilan. Lembaga peradilan merupakan jalan terakhir bagi masyarakat untuk mencari keadilan. Oleh karena itu, dibutuhkan peran hakim yang merdeka dan independen dalam memutuskan suatu perkara, sehingga putusan tersebut mampu mencerminkan tiga unsur yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaataan.
Ketiga unsur  ini tidak akan terwujud apabila terjadi PMKH dalam lingkungan pengadilan. Tindakan menghalang-halangi jalannya proses persidangan, pengancaman baik fisik ataupun verbal serta penghinaan yang ditujukan kepada hakim dan pengadilan menjadi salah satu penyebab hilangnya marwah hingga kredibilitas lembaga peradilan. Kredibilitas menjadi hal yang fundamental bagi tegaknya independensi lembaga peradilan. Pengadilan yang dianggap sebagai tempat suci untuk mendapatkan keadilan akan mulai kehilangan kepercayaan dari masyarakat.. Apabila masyarakat tidak percaya terhadap pengadilan, maka hal ini dapat menyebabkan chaos dalam roda pemerintahan, khususnya bagi kekuasaan yudikatif sebagai penegak hukum dan keadilan di Indonesia.
Pada umumnya, PMKH terjadi akibat ketidakpuasan masyarakat atas putusan yang ditetapkan oleh hakim. Mereka merasa bahwa pengadilan tidak mampu menciptakan keadilan bagi masyarakat dan cenderung menguntungkan salah satu pihak. Kekecewaan ini biasanya dibarengi dengan luapan emosi sehingga menjadi pemicu terjadinya PMKH. Masyarakat awam tentunya akan berspekulasi bahwa lembaga peradilan sangat mudah untuk dipengaruhi dan dirusak keindependensiannya. Secara perlahan-lahan, masyarakat pun akan kehilangan rasa kepercayaan dan kehormatannya terhadap lembaga peradilan tersebut. Sehingga dalam menyelesaikan permasalahannya, masyarakat akan menggunakan cara mereka sendiri yang dianggap benar dan tidak berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Secara tidak langsung masyarakat menganggap bahwa setiap orang memiliki kewenangan menghakimi. Keadaan ini tentunya akan berimplikasi terhadap kredibilitas, reputasi dan wibawa lembaga peradilan.
Kemudian, lembaga peradilan yang merdeka dan independen sebagai salah satu unsur berdirinya negara hukum memiliki peran penting dalam menciptakan keamanan dan ketenteraman. Masyarakat yang tidak percaya akan eksistensi lembaga peradilan, berarti sama saja tidak percaya akan keberadaan hukum. Padahal seyogyanya hukum sendiri itu dibentuk sebagai alat dan pedoman bagi masyarakat dalam bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak terjadi benturan kepentingan dan perselisihan. Oleh karena itu, kemerdekaan dan keinpedependensian seorang hakim dapat terwujud apabila mereka dalam keadaan aman, tidak mengalami tekanan dan ancaman dari pihak manapun.
Segala tindakan yang berdimensi PMKH, meskipun dengan dalih memperjuangkan keadilan tidak dapat dibenarkan. PMKH tidak hanya  membawa dampak buruk terhadap profesi hakim saja akan tetapi juga bagi kredibilitas lembaga peradilan. Hilangnya kredibilitas lembaga peradilan menjadi suatu ancaman tersendiri bagi negara ini. Ketidakpercayaan terhadap lembaga peradilan menyebabkan masyarakat akan bertindak sesuai keinginan mereka tanpa dibatasi koridor hukum. Oleh karena itu, masyarakat memiliki andil besar dalam melindungi hakim serta lembaga peradilan dari PMKH.  Kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi kehormatan hakim harus dihidupkan kembali. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan kehidupan bermasyarakat yang aman, tenteram dan tertib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H