Mohon tunggu...
Mardhatillah Bustamam
Mardhatillah Bustamam Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Magister Pascasarjana UNIMED

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

2045 Indonesia Menyala atau Akan Padam ?

29 Maret 2014   07:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_301047" align="aligncenter" width="229" caption="sumber (terekam.blogspot.com)"][/caption]

Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah bonus demografi 2045, sebenarnya apa sih yang di dengung-dengungkan oleh media dan orang-orang tentang bonus demografi  tersebut?

Dalam bahasa sederhana saya, Bonus Demografi adalah sebuah kondisi dimana sebuah Negara memiliki jumlah usia penduduk produktif yang sangat besar, sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.

Nah, Indonesia Negeri tercinta kita ini diperkirakan akan mengalami Bonus demografi di periode  2020-2030, dimana usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai 70 persen, sedangkan yang 30 persen lagi adalah usia penduduk yang tidak produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun). Dan hal ini juga sejalan dengan pernyataan PBB bahwa dibandingkan Negara di Asia Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020. Hal demikian itu merupakan sebuah kesempatan emas untuk Indonesia dalam rangka menyongsong 100 tahun bangsa Indonesia (2045).

Jangan senang dulu, pertanyaannya adalah sanggupkah kita mempersiapkannya dari sekarang untuk merealisasikan kesempatan yang mungkin hanya akan terjadi sekali dalam 1000 tahun ini? jika tidak, 2020-2030 bukan bonus demografi (demografi dividend) yang akan kita terima, melainkan  bencana demografi (demographic disaster) lah yang akan menimpa negeri ini. kita bisa belajar dari runtuhnya Negara Super Power Uni Soviet-sebuah Negara perkasa di zamannya yang kini tinggal nama, dan tentu saja hal serupa bisa terjadi pada Negara lain, apalagi Negara seperti Indonesia ini (tidak mengatakan Indonesia Negara yang lemah). Maka sangat diperlukan kehati-hatian.

Kita semua menyadari bahwa kedepan persoalan dan tantangan kehidupan akan semakin rumit, kenapa? Jawabannya sangat sederhana, karena jumlah penduduk dunia akan semakin besar. Kini sekitar 7 miliar penduduk, pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai 9 miliar lebih. Bayangkan saja, dan ini tentu akan berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhan seperti pangan, energi, air dan lain-lain.

Dalam menghadapai persoalan dan tantangan yang kian kompleks tersebut, diperlukan generasi yang mampu berfikir tingkat tinggi (inovatif dan kreatif), berkarakter dan cinta serta bangga menjadi bangsa Indonesia. Dan yakinlah bahwa Pendidikan adalah jawabannya.

Hari ini, pendidikan penduduk di Indonesia menempati rata-rata adalah tamatan Sekolah Dasar. Dan sebagian besar remaja (usia produktif) berada dalam tahanan (penjara). Survey ini di dapatkan dari pemateri dalam seminar Menyambut Kurikulum 2013 bersama BKKBN di hotel Dharma Deli Kota Medan sekitar bulan September 2013 lalu.

Mohammad Nuh (Kemendikbud sekaligus peracik kurikulum 2013) ini mengibaratkan Indonesia itu sebagai kapal raksasa-kapal induk, untuk menggerakkanya memerlukan energi yang luar biasa besar. Dan energinya itu adalah (berpengetahuan, berketerampilan dan berkepribadian), apabila sudah melampaui masa kritis, maka Indonesia raksasa akan bergerak melaju ke depan lebih cepat. Dan tidak ada hadiah paling baik bagi suatu bangsa kecuali mempersiapkan generasi yang mampu mengelola bangsa dan Negara pada zamannya.

Jadi teringat dua ungkapan cantik dari Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib R.A

“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh mereka akan menghadapi masa yang berbeda dai masamu”.

“Cetaklah tanah selama masih basah dan tanamlah kayu selama masih lunak”.

Semoga Bonus Demografi ini bisa kita manfaatkan dengan baik dengan cara mempersiapkan dari sekarang, mustahil seseorang akan melakukan sebuah perubahan besar untuk bangsanya sementara dirinya sendiri enggan untuk berubah, perubahan bukanlah peran petinggi Negara semata, mulailah dari yang paling kecil, mulailah dari sendiri, tunjukkan kita bisa, kalaupun hasilnya akan terlihat jauh nanti setelah kita sudah tiada. Paling tidak kita sudah menjadi Agent of change sejati. karena “sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain” (Hadits).

Yang ditulis bukan berarti 100 persen-nya benar, masih perlu ditelusuri ulang dan dipelajari kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun