Sejak Perang Dunia ke-2, Jepang telah membangun kembali negaranya dan berkembang pesat menjadi salah satu negara yang maju di dunia baik secara ekonomi maupun teknologi. Produk-produk teknologi Jepang seperti mobil, motor, alat-alat industri menyebar ke seluruh dunia diwakili oleh perusahaan seperti Honda dan Toyota. Perkembangan ini menyebabkan hampir semua segi kehidupan kita telah dipengaruhi oleh Jepang dan salah satu segi yang terpengaruh oleh Jepang adalah segi budaya.
Jepang telah menyebarkan pengaruh budayanya ke seluruh dunia terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (kartun Jepang) dan manga (komik Jepang) merupakan contoh dari produk budaya populer yang dipakai Jepang untuk menyebarkan budayanya.
Elemen-elemen budaya populer Jepang ini menyebarkan pengaruhnya di negara-negara Asia, misalnya Taiwan, Hongkong, Singapura, Thailand, Vietnam, Korea dan Indonesia. Di Indonesia, penyebaran anime dan manga dapat dilihat terutama pada tahun 1990-an dengan terbit dan tayangnya salah satu ikon budaya populer—anime dan manga—Jepang, Doraemon. Hal ini semakin terlihat dengan terbit dan tayangnya juga anime dan manga seperti Sailor Moon, Dragon Ball, Pokemon, Digimon, dan sebagainya yang memiliki penggemar setia tidak hanya di Indonesia saja, tetapi juga di Asia bahkan di Amerika.
Hingga saat tulisan ini ditulis, sudah banyak manga yang terbit di Indonesia melalui penerbit seperti Elex Media Komputindo, M&C dan Level. Manga pun terbit dalam bentuk majalah sebagaimana di Jepang melalui majalah seperti Shonen Magz, Shonen Star, Nakayoshi dan sebagainya. Begitu juga dengan anime dengan tayangnya judul-judul seperti Yu Yu Hakusho, Digimon dan Macross yang tayang di Indonesia lewat stasiun televisi seperti, RCTI, Indosiar, TV7 (sekarang Trans7), dan lainnya.
Penyebaran budaya lewat anime dan manga pun dianggap serius olehJepang hingga Jepang menunjuk Doraemon sebagai duta besar anime Jepang. Meskipun begitu, tanpa kita sadari penyebaran anime dan manga di Jepang selain sebagai sarana penyebaran budaya Jepang, juga menjadi alat hegemoni—dominasi—budaya bagi Jepang.
Hal ini dapat dilihat pada dunia perkomikan Indonesia yang pada masa 1960-1980-an mengalami kejayaan, namun sekarang ini tidak dapat berkembang bahkan sangat sulit bagi penulis komik Indonesia untuk menerbitkan karyanya sendiri. Tidak hanya itu, gaya gambar manga yang khas pun sangat diminati sehingga banyak penulis komik muda mau pun awam yang lebih tertarik untuk menggambar dengan gaya gambar manga.
Populernya anime dan manga juga membuat rasa ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap Jepang meningkat. Tentunya ini bukan hal yang seluruhnya buruk karena rasa ketertarikan dapat memberikan nilai yang positif pada hubungan antar negara, namun harus diperhatikan lagi bahwa ketertarikan ini menyebabkan masyarakat—terutama kalangan muda—lebih tertarik dengan budaya Jepang daripada budaya Indonesia sendiri. Acara-acara bertemakan Jepang pun marak bermunculan dengan kegiatan seperti lomba cosplay dan menggambar manga.
Di kehidupan sehari-hari, gaya rambut hingga makanan Jepang pun mulai digemari oleh masyarakat bahkan dianggap lebih superior oleh sebagian. Pengaruh kebudayaan ini pun terasa dalam bidang akademis yang pada Seminar Hasil Penelitian Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (UI) di Auditorium Pusat Studi Jepang (PSJ) tanggal 12 September 2009 dikemukakan hasil penelitian yang mengejutkan bahwa banyak skripsi mahasiswa—terutama dari program studi Jepang—yang hasilnya menunjukkan pola pikir yang terhegemoni budaya Jepang.
Pengaruh kebudayaan Jepang yang disebarkan melalui anime dan manga sudah merasuk di berbagai segi kehidupan masyarakat Indonesia. Karena itu, diperlukan filterisasi terhadap budaya Jepang dan penguatan terhadap budaya lokal agar masyarakat tidak terhegemoni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H