1.2 Bagaimana jika ada banyak klon manusia? (Pengukuran kuantitatif)
Skenario berikutnya berasal dari fiksi ilmiah. Misalkan ada banyak klon manusia (manusia yang diduplikasi). Katakanlah 100 klon dibuat dari seseorang yang akan berteriak tanpa sadar saat bersemangat (Gambar 2). Apa yang terjadi jika klon-klon tersebut dikumpulkan dalam satu ruangan dan distimulasi untuk bersemangat?
Jika mereka adalah klon yang sempurna, teriakan yang 100 kali lebih keras dari teriakan satu orang akan bergema di seluruh ruangan.
Jika kerasnya teriakan satu orang diukur sebelumnya, dan stimulasi diberikan di ruangan yang jumlah klonnya tidak diketahui, jumlah klon di ruangan tersebut dapat diketahui dengan mengukur total kerasnya teriakan.
Pengukuran kuantitatif yang mengukur konsentrasi spesimen dengan metode fluoroskopi sangat mirip dengan ini.
Jika ada beberapa spesimen dengan komponen yang sama di mana hanya konsentrasinya yang bervariasi, intensitas fluoresensi menjadi kecil (untuk teriakan, volume suara kecil) jika spesimennya encer (dalam kasus klon manusia, hanya ada sedikit), dan intensitas fluoresensi menjadi besar (volume suara lebih besar) jika spesimennya padat (jika jumlahnya banyak).
Seperangkat spesimen (sampel standar) dengan konsentrasi yang diketahui disiapkan untuk mengukur intensitas fluoresensinya. Hasilnya diplot untuk memperoleh kurva kalibrasi. Setelah kurva kalibrasi diperoleh, spesimen dengan konsentrasi yang tidak diketahui dapat diukur.
Misalnya, intensitas fluoresensi spesimen adalah 40. Dengan merujuk pada kurva kalibrasi yang ditunjukkan pada (Gambar 3) sebelah kanan, konsentrasi spesimen dapat diperkirakan sebesar 16 ppm.
Kisaran konsentrasi apa yang sebenarnya dapat diukur?
Berdasarkan teori yang dijelaskan di atas, tampaknya adalah mungkin untuk mengukur bahkan spesimen yang paling pekat, tetapi itu tidak benar. Jika spesimen terlalu padat, fluoresensi yang dipancarkan dari bagian tertentu dari sel sampel dapat diserap oleh sekelilingnya (yang dapat mendistorsi bentuk spektrum eksitasi/fluoresensi), atau cahaya eksitasi mungkin tidak mencapai cukup dalam ke dalam sel sampel, yang menyebabkan penurunan fluoresensi. Tentu saja, jika terlalu encer, fluoresensi akan terlalu lemah untuk dideteksi. Dalam kedua kasus, kisaran konsentrasi yang dapat diukur sangat bergantung pada objek yang diukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H