Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minangkabau, Suku Bangsa dengan Sistem Kekerabatan Matrilineal Terbesar di Dunia

5 Maret 2021   17:45 Diperbarui: 5 Maret 2021   18:02 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Suku Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang mengambil urutan keturunan berdasarkan ibu. Suku Minangkabau sendiri mungkin lebih tepat disebut sebagai ras atau organisasi kemasyarakatan karena dalam suku minangkabau sendiri terdapat berbagai macam suku, yang kalau di analogi-kan seperti kaum atau klan dalam budaya di negara lain.

Setiap suku di Minangkabau memiliki "Datuak" atau biasa disebut kepala suku yang memimpinnya. Tugas datuak yaitu mengayomi anak dan kemenakan di dalam sukunya. Datuak juga berperan penting sebagai penengah jika terjadi suatu permasalahan yang terjadi baik di dalam sukunya sendiri ataupun antar suku. Datuak dipilih berdasarkan musyawarah dan mufakat kaum dan tidak sembarang orang yang dapat menyandang gelar datuak tersebut. Kriteria seperti pintar, bijaksana, mampu memberikan teladan yang baik, taat beragama islam merupakan beberapa kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang datuak. Gelar datuak hanya dapat diwariskan kepada laki-laki.

Selain datuak yang bertugas mengurusi perihal adat dan hubungannya, ada pula "Bundo kanduang". Bundo kanduang merupakan seorang wanita yang berperan dalam memelihara dan menjaga harta pusaka kau. Bundo kanduang menjadi perantara dan membantu datuak untuk mengurus kaum atau sukunya terutama kaum perempuan.

Kembali ke pembahasan, dalam sistem kekerabatan matrilineal, suku seorang anak diambil berdasarkan suku dari ibunya. Ada aturan yang pasti dimiliki oleh setiap suku di Minangkabau yaitu, melarang pernikahan sesuku. Pernikahan harus dilakukan antar suku. Jika ada seseorang orang nekat melakukan pernikahan sesuku maka akan dikenakan sanksi berupa pengusiran dari kampung halamannya atau membayar carano atau bisa disebut denda.

Daerah di Minangkabau terbagi atas nagari atau sistem pemerintahan setingkat kelurahan. Ada beberapa suku yang membatasi larangan pernikahan hanya untuk suku yang satu nagari saja dan ada pula yang menerapkan untuk seluruh suku Minangkabau. Yang pasti, aturan pernikahan sesuku di Minangkabau sangat dihindari oleh masyarakat Minangkabau.

Dalam pembagian hak warisan di Minangkabau kaum wanita mewarisi semua harta pusaka dari orang tua sebelumnya. Laki-laki hanya bisa memiliki harta pencariannya sendiri. Alasan warisan pusaka diwariskan kepada kaum wanita disebabkan karena tanggung jawab wanita untuk mengurusi anak dan keturunannya dibutuhkan biasanya yang amat besar. Contohnya jika terjadi perceraian atau suami dari seorang wanita meninggal, maka hak asuh otomatis diambil oleh kaum wanita, jadi atas pertimbangan ini maka hak waris dipegang oleh kaum wanita.

Pada zaman dahulu, didalam rumah gadang hanya ditempati oleh kaum wanita saja, sedangkan laki-laki yang sudah baligh berakal tinggal di surau. Dalam bahasa indonesia surau bisa diartikan musholla. Untuk wanita yang sudah menikah biasanya suaminya hanya akan mampir pada malam hari lalu tidur di surau. Anak laki-laki yang belum baligh dan berakal akan tinggal bersama ibunya.Dalam adat minangkabau, mamak atau saudara laki-laki dari ibu memiliki peran yang besar. Mamak bertugas untuk mendidik kemenakannya. Dikarenakan sang ayah tidak tinggal dirumah dan jarang bertemu dengan anaknya, jadi mamak yang berperan dalam menguruk kemenakannya. Jika ia memiliki kemenakan peremuan, maka mamak juga berperan besar dalam menentukan jodoh untuknya. Jika mamak tidak menolak pernikahan kemenakannya maka pernikahan tidak dapat dilaksanakan.

Pada saat ini, masih banyak daerah di minangkabau yang masih memegang erat tradisi dan budayanya. Beberapa contoh seperti Padang Panjang, Pariaman, Tanah Datar, dan lain-lain. Sering diadakan festival budaya yang bertujuan untuk menanamkan nilai budaya pada generasi muda. Hal ini tentu masih belum cukup karena banyaknya masuk pengaruh budaya asing yang masuk serta perkembangan teknologi yang perlahan mulai menggerus generasi muda. Hal ini dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk menjaga kelestarian budaya agar tidak tertelan oleh perkembangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun