Fenomena judi online sudah mulai mewabah di kalangan masyarakat Indonesia. Menurut laporan Menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto pada Juni 2024, ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi melakukan judi online di Indonesia. Usia pemain judi online sangat bervariasi mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Penanganan fenomena judi online sangat penting karena judi online dapat menyebabkan penurunan produktivitas di tempat kerja. Pada 2018, sekitar 30% karyawan Indonesia mengalami penurunan produktivitas dan angka tersebut meningkat menjadi 40% pada tahun 2020 karena kecanduan judi online. Akibatnya, karyawan sulit untuk fokus dan hal tersebut berdampak pada ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, uang yang digunakan untuk judi online seringkali tidak berputar kembali ke ekonomi lokal. Sebagian besar platform judi online beroperasi di luar negeri dan hal tersebut tidak berdampak apapun terhadap pajak lokal dan pendapatan nasional.
Pada 2019, sekitar 10% pendapatan nasional Indonesia digunakan untuk judi online dan angka tersebut meningkat menjadi 15% pada 2020. Akibatnya, ekonomi lokal kehilangan potensi pendapatan yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan serta layanan publik lainnya.
Pemerintah melalui Kementerian informasi dan komunikasi (Kominfo) telah mengambil langkah besar dengan memblokir lebih dari 2.625.000 situs judi online per juli 2024. Namun, diperlukan juga upaya kolaboratif dari masyarakat agar pencegahan judi online dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Pertama adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait literasi keuangan agar nantinya masyarakat dapat mengambil keputusan yang bijak terkait pengelolaan keuangan dan tidak tergiur dengan cara-cara yang instan namun menjerumuskan seperti judi online.
Kedua adalah mendorong penyedia platform media sosial untuk melakukan pemantauan secara intens terhadap konten-konten yang beredar di sosial media mereka. Penyedia platform media sosial diharapkan memblokir konten-konten tidak bermutu seperti judi online dan menampilkan konten-konten yang sifatnya mendukung pencegahan judi online seperti konten literasi keuangan.
Ketiga adalah kolaborasi berbagai lembaga untuk membangun lingkungan keuangan yang sehat. Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran uang dari judi online pada 2023 mencapai Rp 327 triliun. Sedangkan, responden mengatakan bahwa mereka yang terlibat dalam judi online lebih suka menggunakan platform digital dalam bertransaksi (Populix, 2023).
Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pelaku industri keuangan sangat penting dalam pencegahan judi online, mulai dari memperketat regulasi, pemantauan transaksi yang intens serta mendorong literasi keuangan pada penggunanya.
Judi online adalah fenomena yang memiliki dampak negatif baik untuk individu ataupun kelompok yang terlibat didalamnya yang mana dampaknya berupa penurunan produktivitas kerja, menghambat perekonomian dan pembangunan baik dalam skala lokal maupun skala nasional.