Ponton ini akhirnya menghalangi cahaya matahari, padahal cahaya ini penting bagi fitoplankton untuk berfotosintesis yang pada giliranya menyuplai makanan bagi semua ekosistem laut.
Nusa Penida bisa dianggap kawasan konservasi dan juga kawasan ekowisata bahari. Kehadiran ekowisata bahari ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan harapannya dapat berjalan selaras dengan keberlanjutan ekosistem bahari di lokasi tersebut.
Tetapi apakah betul bisa berjalan selaras dan berkelanjutan?
Ekowisata Bahari dan Nasib Terumbu karang
Konsep ekowisata bahari merupakan wisata atau tourism untuk tujuan keberlanjutan antara alam, sosial budaya, ekonomi serta sebagai sarana edukasi dari produk wisata yang ditawarkan (Triyuniarti, 2011).
Jika dilihat dari pengertian tersebut, kata kuncinya terletak pada keberlanjutan, lestari atau sustainable.
Sehingga dari pengertian itu, kawasan ekowisata adalah sarana untuk tetap menjaga keberlanjutan ekosistem laut termasuk kehidupan terumbu karang.
Fungsi sarana disini berarti para wisatawan dan pengelola/pelaku ekonomi di sekitar kawasan betul-betul paham dan sadar bahwa semua aktivitasnya harus mendukung keberlanjutan tersebut. Beberapa dekade belakangan wisatawan punya kecenderungan menyukai wisata yang menyuguhkan pemandangan alami.
Senang melihat kehidupan liar, mencoba menguji adrenalin dengan menyelam, snorkeling dan sebagainya. Kedatangannya tentu juga dibarengi dengan perlengkapan pribadi selama berwisata seperti krim tabir surya, sabun mandi, sabun wajah, pasta gigi, dan kebutuhan lainnya.
Untuk menunjang pariwisata, ekosistem dan ekowisata sangat mungkin berjalan seirama jika ada kepedulian dan kesadaran dari para pelaku usaha dan wisatawan untuk mengelola dan merencanakan segala persiapan dengan sangat hati-hati.