Mohon tunggu...
Marcho Tumangger
Marcho Tumangger Mohon Tunggu... Lainnya - Harus bersikap tenang walau pun takut, agar orang di sekelilingku tidak takut.

Sehat jasmani dan rohani.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Bahaya Politik Identitas Dalam Pilkada"

26 Mei 2020   13:22 Diperbarui: 27 Mei 2020   11:08 1718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu-isu primordial sebagai identitas diperkirakan akan tetap muncul dalam kontestasi  politik elektoral Pemilihan Kepala Daerah (PilKaDa) tahun 2020.
Isi primordial, baik berbasis Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) akan tetap dimainkan sebagian elit politik, dalam rangka memobilisasi dukungan dan menarik perhatian calon pemilih.

Ancaman penggunaan politik identitas terus menjadi momok yang patut dicermati dan didalami oleh pemangku kepentingan yang berwenang, karena politik identitas akan memicu terjadinya polarisasi masyarakat khususnya sebelum, selama, bahkan pasca pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.

Kehadiran politik primordialisme menawarkan berbagai macam bentuk kencenderungan kehidupan sosial, yang bergerak ke arah berbagai macam latar belakang konflik sosial. Primordialisme menciptakan sikap tertutup dan mengisolasi diri untuk terbuka dan berempati terhadap realitas kehidupan umat manusia yang sangat kaya keberagamaan ini.
Hal seperti itulah yang dapat menimbulkan sikap diskriminatif, terhadap warga dari golongan tertentu
Sikap rasisialisme, terhadap rastertentu.
Sikap fanatisme identitas, merasa kelompoknya adalah paling benar, sehingga melakukan kejahatan terhadap kelompok identitas yang berbeda.
Sikap kontaminasi, merasa enggan merasa bergaul dengan manusia dari status sosial tertentu.
Sikap konservatisme, menjaga nilai-nilai tradisi sehingga membuat kelompoknya hidup secara tertutup.
Sikap enosentrisme, merasa kebudayaan keompoknya adalah yang paling unggul dan dibanding kebudayaan kelompok lain.

Hadirnya primordialisme ini juga mencoba membagi manusia dalam bentuk kumpulan potongan yang kecil-kecil. Aktor-aktor politik yang memainkan sentimen primordial muncul karena tidak memiliki kompetensi, miskin gagasan, inovasi, dan kreativitas untuk menghadapi lawan politik.

Isu primordialisme adalah virus mematikan yang setiap saat bisa menyulut konflik horizontal. Metode ini mutlak menolak nalar, karena takarannya adalah keberpihakan kelompok identitas. Isu klaim kelompok identitas ini jelas berbahaya, karena amat rentan untuk saling dibenturkan. Mereka yang senang dengan gorengan isu identitas ini dengan mudah disulut emosinya demi menjaga kenyamanan kepentingan kelompoknya.

Masyarakat yang akan melaksanakan pilkada harus berkaca dan belajar dari pilkada DKI Jakarta tahun 2017 kemarin. Isu-isu politik identitas menunjukkan kian brutalnya klaim kepentingan pihak-pihak tertentu. Opini-opini menyesatkan disebar layaknya virus-virus yang siap menyerang kewarasan. Sisi kemanusiaan dicerabut demi mencapai hasrat kelompok. Dinamika yang terjadi di ibukota bisa di jadikan sebagai salah satu contoh bahwa politik identitas dapat merusak hubungan persaudaraan dan mengganggu keutuhan bangsa Indonesia.

Jika benturan identitas primordial ini terus menerus dibiarkan, maka demokrasi kita tak ubahnya hutan rimba belantara, yang kuat akan menerkam yang lemah.

Momentum pilkada harus dibaca sebagai suatu keinginan untuk mendapatkan seorang pemimpin atau kepala daerah yang handal, berintegritas, memiliki komitmen yang tinggi, dipercaya masyarakat, dan mampu membawa perbaikan kongkrit dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian pemilukada juga menuntut suatu proses pemilihan yang fair, adil dan terbuka, jauh dari praktek adu domba, fitnah, intimidasi, ataupun cara-cara kotor yang melawan moral sosial, termasuk mendengungkan isu primoldialisme.

Sudah sepantasnya dalam pilkada yang di kedepankan ialah pertarungan menjual visi-misi calon, ide-ide dan gagasan-gagasan untuk kepentingan masyarakat lima tahun kedepan.


Kita harus ingat demokrasi itu bukan hanya persoalan menang dan kalah. Apalagi dalam politik yang hanya sekali dalam lima tahun. Terlalu mahal rasanya jika kita sebagai anak bangsa saling berkelahi dan berseteru, hanya demi identitas diri dengan mengorbankan identitas orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun