Mohon tunggu...
Marcha Febrilia Prihantini
Marcha Febrilia Prihantini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswi Fakultas Vokasi D4 Perbankan dan Keuangan Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Zonasi Sekolah adalah Solusi untuk Kota tetapi Masalah untuk Desa?

24 Desember 2024   19:55 Diperbarui: 24 Desember 2024   20:09 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sistem zonasi sekolah berawal dari upaya pemerintah untuk melakukan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia. Kebijakan ini diharapkan menghapus stigma "sekolah favorit" dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, seperti dua sisi mata uang, meskipun zonasi membawa manfaat besar bagi daerah perkotaan, di pedesaan sistem ini justru sering kali menjadi tantangan baru.

Sebagai seseorang yang tumbuh besar di desa, saya melihat langsung bagaimana zonasi kadang-kadang menjadi penghalang bagi anak-anak berprestasi di desa untuk mengakses sekolah unggulan. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang mendalam: apakah zonasi benar-benar membawa pendidikan lebih dekat kepada semua anak, atau justru menjauhkan sebagian dari mereka dari hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas?

Bagi anak-anak yang tinggal di kota besar, sistem zonasi menimbulkan berbagai manfaat:

  • Kesempatan untuk pemerataan yang lebih adil

Di kota, banyaknya sekolah dengan fasilitas yang memadai memungkinkan anak-anak dari berbagai latar belakang untuk bersekolah di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Tidak ada lagi persaingan akademis semata-mata untuk masuk ke sekolah favorit.

  • Biaya pendidikan yang lebih rendah

Zonasi membantu mengurangi kebutuhan transportasi jarak jauh. Orang tua tidak perlu lagi memindahkan anaknya ke sekolah di daerah yang jauh hanya untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

  • Meningkatkan keberagaman sosial

Karena siswa dari berbagai latar belakang belajar bersama di sekolah yang sama, zonasi membantu menghapus stigma bahwa sekolah tertentu hanya untuk kelompok ekonomi atau sosial tertentu.

Sedangkan, di daerah pedesaan, penerapan zonasi sering kali menemui kendala yang signifikan. Berikut ini adalah beberapa masalah utama yang dihadapi:

  • Pilihan terbatas untuk memilih sekolah

Beberapa daerah pedesaan hanya memiliki satu atau dua sekolah negeri yang masuk dalam zonanya. Sehingga ketika standar sekolah-sekolah ini tidak memadai, anak-anak di desa tidak punya pilihan selain menerima pendidikan di bawah standar.

  • Ada kelangkaan fasilitas dan tenaga pendidik yang tersedia.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sekitar 31% penduduk desa hanya menyelesaikan pendidikan dasar. Kesempatan belajar yang terbatas dan kurangnya guru yang berkualitas di sekolah-sekolah pedesaan merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap masalah ini.

  • Hambatan untuk anak-anak berprestasi.

Anak-anak berbakat di daerah pedesaan sering kali tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan mereka di sekolah-sekolah unggulan di luar daerah mereka. Terbatasnya akses ke pendidikan yang lebih baik dapat menghambat potensi individu karena pembatasan zonasi.

Saya pribadi juga pernah mengalami beberapa hal yang menjadi masalah dalam kasus ini. Selama masa kecil saya di desa, saya mengamati banyak teman dengan bakat besar yang sayangnya harus meninggalkan sekolah karena kurangnya kesempatan untuk mengembangkan diri. Mereka terjebak dalam sistem yang tidak mempertimbangkan kebutuhan mereka.

Jadi apakah menurut Anda zonasi itu adil?

Sistem zonasi mengabaikan perbedaan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Kebijakan ini mirip dengan mengeluarkan resep yang berlaku untuk semua, tanpa mempertimbangkan nuansa spesifik dari setiap konteks lokal. Sistem ini berfungsi secara efektif di dalam kota. Namun, di daerah pedesaan, kebijakan ini sering kali justru memperparah kesenjangan yang ada.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa langkah berikut:

  • Meningkatkan standar pendidikan di sekolah-sekolah di pedesaan.

Pemerintah perlu meningkatkan fasilitas sekolah di pedesaan, seperti laboratorium, perpustakaan, dan program pendidikan untuk guru. Berdasarkan laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap menunjukkan kapasitas penyerapan materi 35% lebih besar dibandingkan dengan sekolah yang memiliki fasilitas terbatas.

  • Membangun sekolah baru di daerah terpencil.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah kurangnya jumlah sekolah di suatu wilayah adalah dengan tidak hanya memperbesar zona tersebut, tetapi juga membangun fasilitas pendidikan baru. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan akses ke pendidikan tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru di desa tersebut.

  • Mengkaji peraturan zonasi di wilayah tertentu.

Pertimbangan kondisi pedesaan harus dimasukkan ke dalam desain peraturan zonasi. Daerah yang tidak memiliki sumber daya pendidikan yang memadai harus diberikan kebijakan zonasi yang lebih mudah beradaptasi dibandingkan dengan daerah yang memiliki fasilitas pendidikan yang mapan.

Kebijakan zonasi lahir dengan tujuan yang positif, namun pelaksanaannya masih menyisakan banyak ruang untuk perbaikan. Pemerintah harus mengakui kondisi pendidikan yang beragam di seluruh Indonesia karena semua anak, baik di kota maupun di desa, berhak mendapatkan pendidikan.

Saya percaya bahwa pemerintah tidak hanya memprioritaskan pemerataan pendidikan di kota-kota besar, namun juga memberikan perhatian khusus terhadap kesejahteraan anak-anak di daerah pedesaan. Potensi mereka sungguh luar biasa jika diberikan kesempatan yang sama. Jangan biarkan zonasi menghalangi mereka untuk meraih cita-cita.

Ditulis oleh Marcha Febrilia Prihantini, mahasiswa Universitas Airlangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun