Mohon tunggu...
Marcel Nicky Arianto
Marcel Nicky Arianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Electrical Engineering Enthusiast

Saya merupakan mahasiswa Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember, saat ini sedang mengikuti program Magang Kampus Merdeka di Kementerian ESDM dalam program GERILYA (Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Panel Surya: Teknologi Energi Listrik yang "Hampir" Bersih

20 Februari 2022   21:50 Diperbarui: 20 Februari 2022   21:56 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Panel Surya (Sumber: Pexels)

Listrik merupakan hal yang fundamental dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana tidak? Energi listrik digunakan mulai dari mengisi ulang daya baterai gawai elektronik hingga untuk memasak bahan makanan dengan menggunakan kompor elektrik. Energi listrik kita dapatkan dari berbagai macam pembangkit yang telah dibangun di Indonesia, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Pembangkit listrik ini tersusun atas puluhan bahkan ratusan panel surya yang disusun dengan luasan area tertentu untuk memenuhi kebutuhan penyediaan listrik bagi konsumen. Panel surya yang biasa digunakan dalam pembangkitan tenaga listrik adalah jenis crystalline silicon dengan efisiensi sekitar 13-19%. Panel-panel tersebut tersusun atas dua layer material semikonduktor, seperti silikon atau germanium yang memiliki voltage threshold yang berbeda beda. Ketika foton (partikel cahaya) menembus sel surya tersebut, akan terbuat medan listrik yang terjadi antar layer tersebut sehingga elektron dapat bergerak yang mana akan menghasilkan aliran listrik. Semakin tinggi intensitas cahayanya, maka semakin besar juga arus yang dialirkan.

Teknologi pembangkit listrik tenaga surya atau photovoltaic (PV) ini menjadi “primadona” di antara teknologi energi baru dan terbarukan lainnya dalam mendapatkan sumber energi yang dianggap bersih demi mengurangi emisi karbon. Bentuknya yang ringkas, dapat dipasang di manapun (atap rumah, permukaan tanah, hingga laut lepas), dan juga harganya yang cukup terjangkau (apabila dibandingkan dengan energi baru dan terbarukan lainnya) membuat pembangkit bertenaga surya andalan dalam mencapai energi bersih. Akan tetapi, dalam kenyataannya pembangkit listrik tenaga surya tidak sepenuhnya bersih serta memiliki kekurangan yang akan sangat berdampak bagi keberlangsungan lingkungan. Proses manufaktur panel-panel surya penyusun pembangkit listrik dan limbah yang dihasilkan oleh panel surya tersebut sangat memiliki impact yang buruk bagi lingkungan.

Panel crystalline silicon merupakan panel yang paling banyak digunakan di pasaran, untuk pembangkit skala industri hingga untuk perumahan. Panel tersebut memiliki bahan dasar (raw material) pasir, yang kemudian dilalui proses pembakaran dengan temperatur yang tinggi hingga didapatkan silikon dengan kemurnian yang tinggi. Selanjutnya, silikon tersebut dilelehkan dalam temperatur yang tinggi ke dalam cetakan sehingga menjadi batangan silikon. Kemudian batangan tersebut akan diiris menjadi lembaran tipis dan dilapisi oleh coating yang anti-reflective sehingga menjadi wafers. Terakhir, wafers tersebut diberikan konduktor pada permukaannya dan pada temperatur tinggi, fosfor didifusikan pada permukaan wafer-nya menjadikan permukaannya bermuatan negatif dan jadilah sel surya. Sel-sel surya tersebut digabungkan dengan konektor logam dan tersusun dengan struktur seperti matriks.

Proses manufaktur modul photovoltaic (PV) dan komponen sistem PVnya menggunakan energi yang berasal dari campuran bahan bakar pada energy system, sehingga prosesnya menghasilkan emisi gas efek rumah kaca. Pembuatan modul PV ini dikalkulasi menghasilkan emisi gas CO2 sekitar 400.000 ton per GWyr (Giga Watt Year) untuk jenis pembangkit skala industrial/besar dari output energinya. Emisi gas CO2 ini berasalah dari proses pembakaran pasir untuk mendapatkan silikon, proses pelelehan silikon, serta proses penambahan konduktor pada wafers.

Silane dan Fosfin adalah senyawa yang digunakan dalam proses manufaktur untuk pembakaran serta Diborane untuk doping bahan silikonnya. Bahan-bahan tersebut merupakan senyawa yang dianggap sebagai senyawa kimia yang beracun. Selain itu, dari proses pembuangan limbah panel surya yang tidak diolah terlebih dahulu juga menyumbangkan limbah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Hal ini dikarenakan panel surya memiliki bahan yang beracun seperti timbal dan kadmium. Terpaparnya manusia terhadap timbal atau kadmium yang cukup banyak dapat menimbulkan gejala seperti flu (demam dan nyeri otot) hingga dapat merusak paru paru, apabila terpapar dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit ginjal, tulang, dan paru-paru. Komponen-komponen lainnya dalam pembangkit listrik tenaga surya, terutama baterai, juga berkontribusi atas limbah yang berbahaya, seperti kadmium.

Bagi saya, implementasi dari energi baru dan terbarukan sangat dibutuhkan bagi masa depan kehidupan manusia. Walaupun memiliki emisi yang cukup besar, emisi gas CO2 dari proses manufaktur panel surya hanya 4,44% apabila dibandingkan dengan keseluruhan emisi gas CO2 dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit modern, yang mana emisi gas CO2nya sebesar 9 juta ton per Gwyr. Oleh karena itu, penggunaan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, terutama tenaga surya, perlu diimplementasikan. Dalam mengatasi limbah panel surya, diperlukan adanya sistem pengolahan tertentu sehingga tidak terlalu membahayakan lingkungan atau bisa dilakukan recycle untuk mengurangi toxic waste yang ada. Teknologi EBT yang ada pada saat ini sudah cukup baik dan feasible untuk digunakan dalam pembangkitan tenaga listrik walaupun tidak secara sempurna kebersihan energinya. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, diharapkan EBT ke depannya bisa menjadi lebih bersih dan ada inovasi-inovasi baru untuk mengurangi limbah beracunnya demi masa depan manusia.

Referensi:

  1. https://www.eco2solar.co.uk/how-does-solar-pv-work/#:~:text=Solar%20PV%20systems%20use%20cells%20to%20convert%20sunlight%20into%20electricity.&text=When%20light%20shines%20on%20the,greater%20the%20flow%20of%20electricity.
  2. https://www.greenmatch.co.uk/blog/2014/12/how-are-solar-panels-made
  3. https://wattsupwiththat.com/2018/12/23/solar-panel-waste-a-disposal-problem/
  4. Aguado-Monsonet, 1998, The environmental impact of Photovoltaic Technology.
  5. Tsoutsos T., Frantzeskaki N., & Gekas V., 2005, Environmental Impacts from the Solar Energy Technologies

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun