Mohon tunggu...
Marcell Tama S L
Marcell Tama S L Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Freelancer

Aku suka traveling dan tidur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekspansi Kuda Lumping di Tanah Sumatra

11 Januari 2023   01:16 Diperbarui: 11 Januari 2023   01:30 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Marcel

Malang, 10 Januari 2022 - Urip iku urup" itulah falsafah yang menggambarkan kondisi budaya Jawa di tanah Sumatra. Falsafah jawa tersebut ingin mengungkapkan bahwa keberadaan budaya jawa tidak pernah hilang dari entitasnya. Pengenalan terhadap seni dari jawa ini dibuktikan dengan hadirnya seni kuda lumping yang mampu merangkul berbagai kalangan masyarakat, khususnya anak muda. Transmisi budaya yang dilakukan transmigran jawa di tanah sumatera ini menggambarkan bahwa hidup itu harus nyala.

Seperti halnya kuda lumping, kesenian tersebut dapat membawa wawasan baru dan menambah keanekaragaman di tanah Sumatra. Kesenian kuda lumping ini mampu merangkul anak muda untuk menggali kekayaan budaya Indonesia. Dengan budget yang tidak terlalu tinggi dan tema yang sederhana siapapun dapat mengikuti kesenian ini. Maka itulah alasan anak muda sering menghadiri berbagai event yang diselenggarakan.

Awal rasa penasaran masyarakat sekitar muncul

Kehadiran kuda lumping di tanah Sumatra ditandai dengan masuknya program transmigrasi jawa pada tahun 1905. Sejak saat itu masyarakat jawa mulai beradaptasi dengan masyarakat sekitar. Mereka senantiasa melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi kebiasaannya di pulau jawa, seperti mengadakan hajatan pernikahan, syukuran, dan khitanan. "Orang-orang jawa mengenalkan budayanya lewat kuda lumping, waktu itu ada di pringsewu" kata Sutarto selaku pimpinan paguyuban Suko Cipto Manunggal.

Kegiatan tersebut mereka lakukan di lapangan terbuka dan mengundang perhatian masyarakat sekitar. Ditambah lagi ada beberapa pertunjukan unik yang jarang dijumpai dapat menarik mata mereka. "Karena ada unsur magic dan tarian-tarian yang belum pernah dilihat, orang-orang sekitar menjadi penasaran dan tertarik untuk menghadiri" ucap Sutarto. Sejak itulah rasa penasaran mereka terpenuhi dan mulai mencoba untuk berbaur dan mulai mengikuti kegiatan kuda. Rasa penasaran masyarakat Indonesia senantiasa menyelimuti mereka untuk menguliti hal baru. Contoh seperti bagaimana awal mula kesenian kuda lumping bisa merangkul seseorang untuk mengikuti kegiatan.

Tokoh-tokoh Pembina kesenian kuda lumping

Saat ini perkembangan kuda lumping di tanah sumatera telah menghadirkan ratusan cabang paguyuban pagelaran baru. Terlepas dari itu ada beberapa tokoh penanggung jawab dan pembimbingnya. Beberapa tokoh yang berperan sebagai pembina antara lain Kabareskrim Agus, Dr. Nurdiono, S.E. Akt., M.M anggota Dpd provinsi Lampung, dan majelis Pembina organisasi adalah Drs. H. Herman Hasanusi, M.M. Tokoh tersebut adalah beberapa penanggung jawab di paguyuban Puja Kesuma. Puja kesuma sebagai paguyuban besar dapat mendirikan berbagai kelompok kesenian, salah satunya kesenian kuda lumping suko cipto manunggal.

Melalui kesenian ini, kecenderungan anak muda yang suka kumpul untuk mengadakan kegiatan yang tidak diinginkan dapat teratasi. Sebagaimana mestinya, anak muda merupakan regenerasi yang harus mengembangkan kelestarian budaya nusantara. Sebagai penunjang rasa bosan yang dimiliki anak muda, kesenian yang tersusun dari irama musik, gerak tarian, pemanggilan roh-roh leluhur ini mengobati rasa rindu terhadap tanah jawa. "Karena di jawa sendiri identik dengan ritual mistis, ya anak-anak muda menjadi tertarik apalagi yang antimainstream" kata Sutarto.

Dukungan yang Seharusnya Orang Tua Berikan untuk Anak Muda

Melihat sudut pandang permasalahan remaja, Sutarto mencoba menggandeng segerombol anak muda agar melihat lebih jauh potensi dirinya. Kesenian yang dijalaninya telah membawa perubahan bagi lingkungan sekitar. "dulu ada seorang remaja berinisial L, dia kecanduan miras sampai tidak bisa berhenti, tapi setelah ia berbaur dengan kami, ya kebiasaannya berubah karena dibimbing" ucap Sutarto. Lewat event kuda lumping, anak muda dapat menyalurkan sebagian waktu untuk belajar mengenai penggunaan alat-alat, musik, dan tarian tradisional. Kegiatan yang dilakukan tersebut tidak hanya membawa perubahan positif bagi kepribadian. Namun dapat juga membentuk tali persaudaraan masyarakat dan menambah keanekaragaman di daerah Lampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun