Mohon tunggu...
Marcellin Gaby
Marcellin Gaby Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Degradasi Moral Para Hakim

25 November 2016   16:54 Diperbarui: 25 November 2016   17:26 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia sekarang ini mungkin dapat dibilang sedang dalam keadaan yang kurang stabil atau kurang baik. Hal ini disebabkan karena banyaknya masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa kita tercinta ini. Salah satu masalah yang sedang dihadapi Indonesia adalah mengenai maraknya hakim yang ketahuan secara diam-diam berselingkuh dari pasangan mereka masing-masing. Tindakan berselingkuh merupakan tindakan yang melanggar kode etik kehakiman, dimana seharusnya sebagai hakim mereka harus menaati setiap butir-butir yang terkandung dalam kode etik tersebut.

Komisi Yudisial atau dapat disingkat KY menilai angka perselingkuhan oknum hakim cenderung meningkat sejak tahun 2013 silam hingga 2016 sekarang ini. Hal ini tentu menunjukkan bahwa semakin tahun moral bangsa kita semakin tercabik-cabik dan pudar oleh pengaruh liberalisme.

Menurut data yang ada DKI Jakarta menempati urutan pertama kota dengan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yakni sebanyak 225 laporan yang disusul oleh Jawa Timur sebanyak 115 laporan, Sumatera Utara sebanyak 104 laporan, Jawa Barat sebanyak 91 laporan dan Jawa Tengah sebanyak 60 laporan.

Penyebab banyaknya kasus perselingkuhan ini diduga karena beberapa penyebab seperti hubungan yang kurang harmonis antara para hakim dengan pasangannya, kurangnya komunikasi saat hakim harus ditugaskan ke luar kota, dan kemungkinan yang terakhir adalah karna naiknya tunjangan untuk para hakim yang menyebabkan hakim lebih bebas untuk melakukan perselingkuhan. Akibat atau hukuman yang biasanya diberikan dan ditanggung oleh para hakim yang melakukan perselingkuhan biasanya dapat dalam bentuk pemecatan, penurunan pangkat menjadi hakim di bawah palu ataupun hanya sekedar pemberian skorsing. 

Sebagai panutan rakyat di mana rakyat menganggap bahwa hakim merupakan seseorang yang paling jujur, adil, dan bijaksana seharusnya para hakim memberikan contoh yang baik, bukannya melakukan perselingkuhan secara diam-diam seperti ini. Dalam susunan kode etik kehakiman-pun tertulis bahwa seorang hakim harus berdampak postifi bagi masyarakat dan negara, serta tertulis juga bahwa seorang hakim harus menjauhkan diri dari perbuatan dursila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat.

Belum lagi jika hal ini diketahui oleh negara tetangga tentu yang menanggung malu bukan hanya hakim tersebut namun juga nama bangsa kita Indonesia. Tentu mereka akan menganggap bahwa negara kita merupakan negara yang praktek politiknya penuh dengan kebohongan saja atau hanya manis dikata saja.

Jika oknum negara saja melakukan hal-hal hina seperti ini, lalu siapa yang harus menjadi panutan masyarakat? Mau dikemanakan nasib negara kita jika semua orang dari yang memiliki jabatan hingga tidak memiliki jabatan saling melakukan hal-hal yang memperburuk citra kita dimata dunia? Kita harus mengingat bahwa bangsa kita bukanlah bangsa liberal yang setiap individunya bebas melakukan apapun, kita adalah negara yang berpegang pada Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun