Mohon tunggu...
Marcella Metta
Marcella Metta Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Dinamika Transportasi Online di Indonesia

17 Mei 2016   20:19 Diperbarui: 17 Mei 2016   20:52 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin berkembangnya dunia, maka harus semakin berkembang juga semua manusia yang tinggal di dalamnya, tidak terkecuali siapapun itu. Ojek online yang muncul secara tiba-tiba seolah-olah merupakan jawaban atas segala permasalahan yang diderita oleh masyarakat perkotaan saat ini. Masyarakat sudah lama mendambakan alat transportasi yang efektif, efisien,dan juga mengutamakan keselamatan. Iming-iming tarif murah pun menambahkan nilai positif bagi ojek online. Perkembangan ojek online pun naik secara drastis dalam waktu yang sangat cepat. Banyak masyarakat yang pertama-tama "iseng" menggunakan alat transportasi berbasis aplikasi ini, yangkemudian jatuh hati dan berpaling untuk terus menggunakan ojek online di kehidupan sehari-harinya. 

Semakin berkembangnya ojek online, tak dapat dipungkiri bahwa semakin terpuruknya ojek pangkalan. Hampir seluruh pelanggan tetapnya beralih ke ojek online yang dapat dengan mudah dipesan hanya dengan smartphone mereka masing-masing. Harga yang tetap dan murah pun jauh berbeda dengan ojek pangkalan yang kerap kali berubah tarifnya. Lambat laun bisnis ojek online di Indonesia membuat seluruh ojek pangkalan ketar ketir memikirkan nasib mereka ke depannya. Mereka tidak menginginkan adanya perubahan, namun lingkungan mereka mengharuskan adanya perubahan untuk hidup yang lebih mudah ke depannya. 

Aplikasi transportasi online kini sudah merambat ke ranah yang lebih luas lagi, darimulai taksi hingga mobil pribadi. Hal ini tentu semakin memicu perdebatan antara pemilik transportasi konvensional serta pemilik aplikasi transportasi online. Hampir semua pemilik alat transportasi konvensial tidak menyukai atas kehadiran aplikasi tersebut. Mereka beralasan bahwa kehadiran aplikasi online ini hanyalah mengganggu jalannya bisnis transportasi di Indonesia, terlebihpara aplikasi ini belum memiliki ijin resmi dari pemerintah. Masyarakat pun semakin dimanjakan dengan segala pelayanan yang ditawarkan oleh aplikasi online, yang tentunya tidak bisa didapatkan dari alat transportasi konvensional lainnya. Bermacam-macam teguran dari pihak pemerintah sudah mulai bermunculan,namun kedudukan aplikasi online tidak tergoyahkan. 

Puncaknya, terjadinya demo besar-besaran yang berujung pada aksi anarkis oleh para supir taksi yang kurang lebih berjumlah 20.000 orang pada hari Selasa, 22 Maret 2016 yang melumpuhkan seluruh Jakarta. Para pendemo secara membabi buta menghancurkan taksi-taksi lainnya yang tidak ikut berdemo serta mobil-mobil pribadi yang tergabung dalam aplikasi transportasi online. Ojek online pun turut menjadi korban atas peristiwa tersebut. Tidak sedikit pengendara ojek yang dipukuli dan dihajar oleh para pendemo.

Pertanyaannya adalah, perlukah para supir taksi mendemo agar aplikasi transportasi online tersebut ditutup? Atau lebih tepatnya, pantaskah mereka berdemo? Atau apakah harusnya mereka yang mengaca kepada diri mereka sendiri? Sudahkah mereka memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun