Adab melayat atau berkunjung ke rumah duka sering kali diabaikan. Hal tersebut sering terjadi secara tak sengaja. Perlu kita akui, masyarakat kita cenderung memiliki rasa ingin tau yang tinggi sebagai tameng untuk terlihat peduli.
Justru beberapa hal tidak membantu keluarga yang sedang berduka, dan bisa jadi membuat duka lebih larut. Salah satu hal yang paling diutamakan ketika menghadapi kedukaan yakni rasa empati untuk yang berduka.
Kenapa meninggalnya?
Pertanyaan sejenis “kenapa meninggalnya?” akan menimbulkan ingatan kembali mengenai peristiwa yang pastinya menyakitkan. Sering sekali pertanyaan tersebut terlontar dari pelayat untuk keluarga duka, alih-alih menjawab, keluarga duka hanya kembali menangis. Walaupun tampak tak menangis, pertanyaan tersebut tidak membantu apapun untuk keluarga duka.
Untuk beberapa kasus, pihak berwajib terkadang membutuhkan keterangan keluarga duka untuk pemeriksaan lebih lanjut. Hal tersebut juga memiliki kode etik tersendiri dan pihak berwajib akan melihat situasi keluarga korban.
Sakit apa sebelum meninggal?
Pertanyaan ini sebetulnya mirip dengan pertanyaan sebelumnya. Untuk pelayat yang sebelumnya tak mengerti hal yang telah dilalui orang tersebut hingga meninggal mungkin akan menganggap hal tersebut biasa saja. Akan tetapi bagi keluarga duka yang mengurus Almarhum dan melalui waktu panjang bukan hal yang mudah untuk menerimanya.
Pertanyaan ini sering sekali dilontarkan pada kerabat dekat almarhum, padahal bisa jadi kerabat dekat juga merupakan salah satu orang yang terpukul dengan kepergian Almarhum.
Bagaimana keluarganya setelah Almarhum meninggal?
Pertanyaan retoris alias pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban. Kondisi keluarga duka sudah pasti merasa bersedih atas meninggalnya almarhum. Tapi pertanyaan ini kerap sekali dilontarkan bagi yang meninggal merupakan tulang punggung keluarga atau harapan keluarga.