Mohon tunggu...
Marbawi Marhazi Sa'a
Marbawi Marhazi Sa'a Mohon Tunggu... -

Warga Depok Jawa Barat, kelahiran Bangka; Analis Ekonomi-Politik (PEA/Political Economy Analyst); Pendiri dan Sekretaris Jenderal ASPIRASI INDONESIA (AI)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aspirasi Indonesia (AI)

31 Juli 2014   08:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:47 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejatinya, sudah lama saya mengikuti perkembangan tulis-menulis kompasiana. Semangat saya bertambah karena admin situs ini adalah teman kelas saya waktu SLTA. Namun, sekalipun sudah hampir setahun punya akun, tak kunjung satu tulisanpun 'nongol' di layar baru ini. Kata teman, saya bukan tipe pemberani untuk menyajikan alinea-alinea di hadapan khalayak. Mungkin baru sekarang ada hidayahnya. Karena tahun ini tak ikutan mudik, waktu luang usai silaturahmi cukup banyak, saya coba ketak-ketik di laptop barangkali ada satu dua senarai kalimat yang dapat disuguhkan, sekalipun tak senikmat ketupat berteman opor ayam (kampung).

Apa pasal yag mau saya tulis? Klarifikasi foto saya mejeng dengan warna merah dan putih. Tapi, ingat ya ini tak ada juntrungannya dengan Koalisi Merah Putih maupun koalisi satunya lagi dominan-merah. Dua koalisi ini sepertinya akan bertarung hingga 2019 nanti. Lama sekali. Tapi itu sudah kelihatan gelagatnya. Tak ada yang jamin sistem politik kita dapat beroperasi secara normal. Disana sini akan ada loading lamban, serangan virus, internati mati, laptop rusak, dan seterusnya.

Awal 2012, sebagai rakyat (anggota negara republik indonesia), atau biasa kalangan ilmuwan politik dan politisi menyebutnya "konstituen", puncaknya saya merasa para pemilih semakin tak tersentuh oleh pemenang-pemenang politik 2009 dan pilkada-pilkada setelahnya. Tentu saja di kampung saya saat ini, Depok. Mereka bertanding sekali di 2009, tapi menangnya lima tahun (tanpa tanding lagi di 2010, 2011, 2012, dan 2013). Baru 2014, tanding lagi. Tanding, menang, tidur empat tahun, lalu tanding lagi. Kira-kira demikian ritme hidup politisi kita. Kejadian ini bukan cuma monopoli 2009, tapi juga sebelum-sebelumnya, dan kira-kira sesudah-sesudahnya juga.  Jika ada masalah, (baca: bekennya "aspirasi), rakyat tak dapat menyalurkannnya kemana. Siapa yang mengagregasi? Siapa yang memediasi? Siapa yang merealisasi? Jawabannya, tentu saja bingung. Karena, rakyat berhadapan dengan tembok politik yang dibangun sang pemenang tadi.

Alkisah, karena tembok ini semakin tebal dan bebal, rakyat mencari celah ke dunia lain. Dalam survei-survei yang kredibel (yang berani diaudit?), saluran yang paling dipercaya bukan institusi politik (partai, parlemen, bahkan pemerintah), tapi media massa dan kalangan pakar. Gampangnya, jika ada aspirasi 'orang hilang' tinggal datang ke tivi, tayang, tak lama kemudian ditemukan. Beres. Kepada institusi politik? Seperti ketemu kotak hitam (black-box) yang hanya orang tertentu saja yang boleh membuka/mengakses.

Bibit gundah gulana ini muncul sejak demokrasi mulai bersemi segar di taman Republik yang kita cintai ini. Betapa sulitnya mencari pemenang politik aspiratif (politisi aspiratif). Ada, tapi bisa dihitung dengan dua kali keliling jari tangan. Maksimal. Cemas tentu saja. Rakyat kita masih percaya pada sistem politik demokrasi yang kita anut dan berlakukan sekarang, tapi jika outputnya adalah politisi pengabai, pelupa, peremeh, dan merasa rakyat hanya diperlukan saat pemilu, maka lama kelamaan akan keropos dan kemudian mencari jalan mudah: kediktatoran. Rakyat yang awalnya menjadi majikan, begitu keluar kotak suara cuma jadi alas untuk tidur sampai pemilu berikutnya.

Lalu, diskusi sana sini, terutama dengan dua kolega, kontribusi kecil bagi bangsa dan negara dalam kerangka demokrasi yang matang, terwujudlah organisasi ini. Namanya: Aspirasi Indonesia, disingkat AI. Didedikasikan untuk konstituen Indonesia yang ingin aspirasinya dapat diagregasi, dimediasi, dan direalisasi oleh pemenang politik (pusat-daerah). Sebagai bagian dari pematangan edukasi politik, bagi semua pihak, AI terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia.

Nah, inilah oretan dini hari akhir Juli 2014 ini. Masih amatiran.  Selamat pagi.

Bojongsari, 31 Juli 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun