Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memaknai Harkitnas Sesudah Pilgub DKI yang Panas

20 Mei 2017   19:15 Diperbarui: 20 Mei 2017   20:08 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini 20 Mei adalah hari kebangkitan nasional yang dirayakan dengan berbagai cara,ada upacara nasional,pembacaan puisi,lomba pidato,pegelaran drama dan berbagai kegiatan lainnya yang kesemuanya bertujuan untuk menumbuhkan semangat berbangsa di dada semua warganya. Pada hari seperti ini lalu kenangan saya terlempar ke masa 51tahun yang lalu ketika masih duduk di bangku kelas satu SMA di kota yang tidak terlalu besar ,Padangsidempuan ,Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan ( masa itu) Provinsi Sumatera Utara.

Guru mata pelajaran Civics ( sekarang Pelajaran Kewarga Negaraan) adalah Bapak Sobar Nusin ( SN) Panggabean seorang anak muda yang baru tamat dari Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP sekarang Universitas Negeri) yang ketika mengajar civic begitu bersemangat dan selalu memompakan semangat kebangsaan.

Menurutnya semenjak kita dijajah oleh Belanda sesungguhnya telah muncul perlawanan bersenjata di berbagai daerah menentang dan melawan penjajah dan hampir setiap daerah punya pahlawan untuk itu.Memang masa itu pada dinding kelas dipasang foto dan nama pahlawan dari masing masing daerah yang berjuang melawan Belanda.

Selanjutnya Pak SN menjelaskan kenapa para pejuang lokal itu selalu kalah melawan Belanda padahal jumlah tentara mereka tidak terlalu banyak.
Pertama karena bentuk perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda itu bersipat lokal.Si Singamangaraja berjuang di Tanah Batak,Teuku Umar,Tengku Tjik Di Tiro,Cut Nya' Dhien berjuang di Aceh,Tuanku Imam Bonjol memberontak di Minangkabau,Pangeran Diponegoro berperang di Tanah Jawa,Patimura melawan di Maluku dan banyak lagi perjuangan di daerah daerah lainnya.

Kedua, perlawanan itu tidak secara serentak dilakukan.Memang kalau dilihat rangkaian perlawanan terhadap Belanda itu tidak dilakukan pada kurun waktu yang sama.

Ketiga,Belanda melakukan politik adu domba atau divide et impera.Sesama kita diadunya dibuatnya saling berkelahi.Adakalanya tokoh tokoh yang kakak beradik dibuatnya bermusuhan ,,kaum ulama diadunya dengan kaum bangsawan dan berbagai jurus adu domba lainnya dipraktekkannya.
Karenanya menurut Pak SN muncullah kesadaran baru bagi kaum terpelajar untuk mengubah pola perlawanan terhadap Belanda itu dari perang atau perlawanan lokal menjadi perlawanan politik serta menumbuhkan perasaan satu bangsa.

Oleh cendekiawan Dokter Sutomo beserta teman temannya digagaslah pendirian sebuah organisasi yang bernama Boedi Oetomo yang diresmikan pada 20 Mei Tahun 1908 yang kemudian dinyatakan sebagai Hari Kebangkitan Nasional atau Harkitnas. Dengan perjuangan melalui organisasi,tulisan tulisan politik,tumbuhnya rasa satu bangsa serta dipengaruhi kondisi internasional waktu itu maka penjajahan Belanda berakhir pada 17 Agustus 1945.

Uraian Pak SN 50 tahun yang lalu itu dan alasan lahirnya Boedi Oetomo itu ternyata sampai sekarang masih relevan untuk kita pedomani.
                                                                    * * * * *
Siapapun kita di negeri ini tentu merasakan panasnya iklim politik yang terjadi di Jakarta sehubungan dengan pilgub 2017 ini.Belum pernah terlihat pertarungan yang demikian panas pada pilkada.

Memang di beberapa daerah terjadi juga suasana panas bahkan ada juga terjadi pembakaran di kantor penyelenggara pemilu tapi hal tersebut lebih banyak disebabkan ketidak puasan terhadap kualitas penyelenggaraan pilkada itu sendiri.

Ada juga beberapa kali terjadi konflik horizontal diantara para pendukung tetapi ekses yang terjadi masih bisa dikendalikan oleh aparatur negara.
Sedangkan pertarungan di Jakarta  tidak hanya berkaitan dengan semata mata bagaimana cara nya memenangkan calon tetapi pilgub ini juga seolah olah menjadi representasi pertarungan keyakinan,iman dan juga kebhinnekaan.

Ketika Anies-Sandi menang maka kemenangan itu dianggap sebagai kemenangan iman dan ummat islam .Andainya pasangan nomor tiga itu kalah akan dianggap sebagai kekalahan ummat Islam.Sementara kekalahan Basuki-Djarot dianggap kekalahan minoritas ,kekalahan penghargaan terhadap kebhinnekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun