Seminggu yang lalu, Sabtu, 19 Januari 2019, dalam kunjungannya ke Garut ,Jawa Barat, Jokowi beserta rombongan berpartisipasi di acara cukur massal di Situ Bagendit.
Aksi Jokowi berpartisipasi pada cukur massal itu mendapat tanggapan juga dari kubu capres 02.
Dahnil Anzar Simanjuntak, Kordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno misalnya berkomentar, "Cukur rambut di Garut, bawa tukang cukur dari Jakarta. Bangun Pabrik di Sulawesi, bawa buruhnya dari Luar Negeri," tulisnya di Twitter, Senin ( 21/1/2019).
Selain Dahnil, Fadli Zon juga memberi komentar tentang aksi cukur rambut Jokowi itu. Bahkan Wakil Ketua Umum Gerindra itu bersama Ahmad Dhani, Pak Alang, ramai-ramai melakukan aksi yang sama dengan Jokowi. Mereka aksi cukur rambut pada Jum'at, 25 Januari 2019.
Bahkan si pemangkas rambut Fadli, berpenampilan mirip Herman, tukang pangkas Jokowi.
Menurut pendapat saya atau lebih tepatnya menurut dugaan saya, ada beberapa alasan mengapa kubu capres 02 bereaksi terhadap aksi cukur rambut Jokowi itu.
Pertama ,Jokowi beserta timnya selalu mampu menemukan momen atau sudut bidik yang bisa jadi bahan pembicaraan di masyarakat.
Momen aksi cukur rambut itu tentunya akan memberi kebanggaan kepada para tukang cukur yang tidak hanya ada di Garut tetapi juga para saudara sebangsa yang punya profesi  yang sama.
Menemukan momen-momen penting yang demikian tidak mudah karena hal itu  memerlukan kajian-kajian yang matang. Walaupun kelihatannya aksi cukur rambut itu merupakan settingan, tetapi bagi yang mengikuti aksi itu, harus terbiasa juga dengan perilaku masyarakat sehari-hari.
Kalau tokoh yang mengikuti kegiatan cukur rambut itu tidak terbiasa dengan idiom-idiom yang digunakan masyarakat maka tokoh itu akan terlihat berjarak dengan masyarakat yang dikunjunginya. Dialog yang dibangun pun akan terkesan kaku dan formal.
Mengapa Jokowi terlihat tidak canggung berbincang dengan masyarakat? Â Karena sejak jadi Walikota Solo ,suami Iriana itu sudah terbiasa dengan langgam dan gaya yang demikian.