Terlanjur sayang ,mungkin sebuah ungkapan kata yang tepat bagaimana saya dan ratusan ribu Kompasianer bersikap terhadap blog keroyokan kita ini. Oleh karena terlanjur sayang itu ,maka selalu muncul rasa ingin tahu,penasaran ,bahkan ingin memperdalam sejarah perjalanan wadah tempat kita menulis ini.
Sebelum sampai ke posisi sebesar yang sekarang ini ,rasa ingin tahu tentang rekam jejak Kompasiana selalu menggayut didalam hati.Muncul pertanyaan adakah momen momen kritis dalam perjalanan blog ini ?
Rasa ingin tahu itu sedikit demi sedikit terkuak oleh karena berbagai tulisan tentang itu mulai banyak bermunculan. Salah satu artikel penting tentang hal tesebut ialah yang ditulis oleh Pepih Nugraha yang bertajuk " Apa Makna " Lifetime Achievement " Kompasiana Buat Saya ? " ,diposting di Kompasiana tanggal 9 Desember 2018.
Seperti diketahui ,pada awalnya Kompasiana adalah blog yang hanya digunakan oleh wartawan Harian Kompas. Dalam bayangan saya ,Kompasiana pada masa itu merupakan sejenis media internal para wartawan dari harian terkemuka itu. Oleh karena nya dalam berbahasa maupun dalam menulis ,tentulah berlaku kaedah kaedah jurnalistik yang standard terlebih lebih yang menulis itu merupakan para wartawan dari sebuah surat kabar yang terbesar di negeri ini.Â
Tetapi dalam perkembangannya ,Kompasiana tidak hanya sebatas digunakan oleh kalangan internal Kompas ,tetapi blog ini telah membuka diri ke publik .Artinya siapapun boleh menulis di blog yang dibidani oleh Pepih Nugraha itu . leh karena sudah " go publik " ,sudah dapatlah dibayangkan seperti apa kualitas tulisan di blog itu.
Sebahagian besar artikel tentu tidak memenuhi persyaratan sebagai sebuah karya jurnalistik. Dipastikan akan ada artikel artikel bermutu yang disajikan oleh para penulis yang sudah punya nama ,tetapi tentu juga akan muncul beragam artikel yang tidak memenuhi kaidah kaidah penulisan seperti yang dianut oleh Kompas.
Pepih Nugraha atau yang akrab disapa Kang Pepih ,sangat menyadari hal ini  karena menurutnya Kompasiana bukan produk jurnalistik.
Kang Pepih menuturkan ,pada suatu hari di awal tahun 2012 ada sebuah momen penting yang berhubungan dengan nasib Kompasiana. Pada saat itu sedang berlangsung rapat penting yang akan mengambil keputusan apakah Kompasiana akan ditutup atau diteruskan.
Melalui artikelnya ,sangat terasa pergolakan batin Kang Pepih menunggu keputusan itu .Walaupun terkesan sedikit galau ,tetapi wartawan Kompas ini punya keyakinan ,Kompasiana tidak akan ditutup .
Keyakinannya yang demikian terbentuk karena beberapa waktu sebelumnya ,Kang Pepih berbicara dengan Mas Irwan putra P.K Ojong dan Mas Liliek ,putra Jakob Oetama .Kedua nya masing masing putra P.K Ojong dan Jakob Oetama pendiri Harian Kompas.
Mas Irwan mengabarkan,tulis Kang Pepih, bahwa ada investor Amerika yang berminat membeli Kompasiana dengan harga " Ratusan M" .Dengan tawaran yang sangat berharga itu ,Kang Pepih berkeyakinan tidak mungkinlah blog yang diincar investor Amerika itu akan ditutup .
Keyakinannya itu membuahkan hasil ,karena pada malam harinya diperoleh berita bahwa Kompasiana terhindar dari vonnis mati. Membayangkan " suasana kebatinan " yang dirasakan oleh Pepih Nugraha itu ,tiba tiba saya seperti ikut larut dibawa perasaan.