Pernyataan Presiden Jokowi pada HUT Partai Golkar yang meminta agar politik kebohongan dihentikan dan digantikan politik pembangunan ternyata menuai sikap beragam di masyarakat .
Parpol yang gabung di koalisi 02 kelihatannya memberi reaksi negatip terhadap pernyataan itu.
Ada yang menyebut permintaan tersebut bagaikan maling teriak maling dan ada juga yang menyatakan justru penguasa lah yang paling berpeluang melakukan politik kebohongan.
"Yang paling banyak peluang melakukan politik kebohongan ya penguasa .Rakyat biasa maupun pihak oposisi mau melakukan politik kebohongan apa dan kepada siapa ?", kata Direktur Pencapresan PKS Suhud Alynuddin kepada wartawan,Minggu ,21/10/2018( detiknews,22/10/2018).
Pernyataan seperti ini mengingatkan saya kepada ucapan seorang tokoh yang pernah menyebut Pemerintah lah yang layak disebut sebagai Pusat Hoaks Nasional.
Bagi saya pernyataan yang demikian tidak seluruhnya benar bahkan mengandung tuduhan yang tidak berdasar.
Mengacu kepada pertanyaan Suhud itu ," rakyat biasa maupun pihak oposisi mau melakukan politik kebohongan apa dan kepada siapa " ,sepertinya " kura kura dalam perahu ,pura pura tidak tahu".
Belum lagi satu bulan berlalu apa sudah lupa dengan kebohongan yang dilakukan Ratna Sarumpaet.Kebohongan yang dilakukannya itu justru kemudian disebarkan dan di besar besarkan oleh kekuatan politik yang berseberangan dengan Jokowi.
Kebohongan Ratna itu juga menghancurkan pendapat yang mengatakan pemerintahlah sebagai  Pusat Hoaks Nasional.Rasanya belum ada kebohongan yang paling sensasional yang sebanding dengan drama yang dimainkan oleh Ratna Sarumpaet.
Kasus Ratna sekaligus membantah pernyataan Direktur Pencapresan PKS itu.Artinya siapapun sesungguhnya punya potensi untuk melakukan politik kebohongan .
Berkaitan dengan pidato Jokowi agar kita mengakhiri politik kebohongan,Suhud menyatakan Jokowi sedang bermuhasabah dengan ucapannya itu , mengingat banyak janji  janjinya yang belum ditepati. Menurut Suhud diantara janji janji itu antara lain pertumbuhan ekonomi yang meroket ,janji buat mobil nasional ,janji tidak menaikkan BBM ,janji ambil alih saham Freeport serta puluhan janji janji lainnya.
Catatan: bermuhasabah =mengkaji diri.
Terhadap hal hal yang dikemukakan Suhud itu selayaknyalah Badan Pemenangan Nasional Jokowi - Ma'ruf Amin menjelaskannya ke publik.Misalnya apakah belum terwujudkan nya sebahagian janji itu merupakan kebohongan atau sesuatu program yang sedang berjalan atau juga suatu program yang terkendala mewujudkannya karena berbagai faktor yang diluar kendali Pemerintah.Begitu juga halnya dengan penguasaan saham Freeport sudah sejauhmana perkembangannya .Dengan penjelasan yang demikian masyarakat akan mendapat gambaran apakah Pemerintah melakukan kebohongan atau tidak.
Dalam kaitan yang demikian jugalah sebahagian masyarakat ingin tahu sikap PKS tentang cawapres nya Prabowo merupakan kebohongan atau tidak.
Seperti yang kita ketahui sebelum ditetapkannya Sandiaga Uno sebagai cawapres terlihat sikap PKS yang bersikukuh agar salah satu dari 9 kadernya lah yang dipilih sebagai pasangan mantan  Pangkostrad itu.Pada masa itu ada petinggi partai yang menyatakan kalau tidak kader nya yang dihunjuk sebagai cawapres maka partai itu akan abstain.
Artinya partai tersebut tidak akan memberi dukungan maksimal terhadap Prabowo dan pasangannya. Tetapi nyatanya tanpa memilih kader PKS sebagai cawapres  ,partai yang dipimpin oleh Shohibul Iman itu juga memberi dukungannya kepada pasangan nomor urut kosong dua itu.
Begitu juga halnya sikap yang memberi label ulama kepada Sandiaga apakah didukung oleh referensi yang kuat atau hanya sekedar permainan kata .
Hal yang sama juga layak dipertanyakan ketika Presiden PKS ,Shohibul Iman menyebut Sandiaga sebagai santri Post Islamisme apakah sesuatu pernyataan yang punya dasar atau tidak.
Kemudian pada akhirnya ingin dikatakan pada tahun politik ini hampir semua pernyataan ataupun pidato selalu dijadikan isu politik yang pada akhirnya bermuara kepada peningkatan elektabilitas atau juga untuk menggerus  tingkat keterpilihan lawan politik.
Masing masing kita tentu punya penilaian tersendiri apakah hal hal yang demikian bermanfaat atau tidak  untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat dalam berpolitik.
Salam Pemilu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H