Tinggi bangunan itu 126,3 meter dengan 27 lantai. Dengan ketinggian yang demikian maka Perpustakaan Nasional RI merupakan perpustakaan nasional tertinggi di dunia.
Saya kagum dan bangga memandang gedung yang punya luas bangunan 50.917 meter persegi berdiri di atas lahan dengan luas 11.975 meter persegi.
Di halaman perpustakaan itu banyak spanduk yang posisinya berdiri dan memuat informasi penting. Dengan membaca tulisan pada spanduk itu pengunjung menjadi tahu, 16-22 September 2018 di perpustakaan nasional itu diadakan Festival Naskah IV Nusantara yang terbuka dan gratis untuk umum.
Kegiatan Festival itu antara lain, Seminar Internasional Penaskahan Nusantara, Lokakarya Penulisan Aksara Kuno, serta Pameran Naskah Nusantara.
Kemudian pada spanduk lainnya diterangkan lagi lebih rinci naskah-naskah tua yang dipamerkan antara lain, 1) Negara Kertagama, Bahasa Jawa Kuna, Aksara Bali, Media Lontar, 2) Kawruh Kalang, Bahasa Jawa, Aksara Latin, Media Kertas, 3) Bab Sinjang, Bahasa Jawa, Aksara Jawa, Media Kertas Eropa, 4) Asta Kosali, Bahasa Bali, Aksara Bali, Media Lontar, 5) Maulid Nabi, Bahasa Bugis, Aksara Bugis, Media Kertas, 6) Labu Parhalaan, Bahasa Batak, Aksara Batak, Media Alim-rinde.
Saya baca lagi spanduk lain dan makin kagum karena pada festival ini dipamerkan lagi naskah tua yang namanya cukup terkenal seperti, 1) La Galigo, Bahasa Bugis, Aksara Bugis, Media Kertas, 2) Amanna Gappa, Bahasa Bugis, Aksara Bugis, Media Kertas Eropa.
Selain yang dituliskan tersebut masih banyak lagi naskah kuno yang dipamerkan.
Setelah mencermati spanduk spanduk itu saya melangkah memasuki gedung tua yang kemudian menurut pendapat saya bangunan tua itu adalah sebuah museum.
Di dalam museum itu saya makin kagum karena berbagai informasi saya peroleh, terutama yang berhubungan dengan kekayaan naskah kuno, berupa buku yang ditulis dengan aksara lokal serta media yang digunakan antara lain bambu, yang sering digunakan di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan, kulit alim digunakan di Batak, daun lontar digunakan untuk Jawa Kuna, Bali, Sunda Kuna, Bugis dan Lombok, gebang untuk Jawa Kuna dan Sunda Kuna, diuwang -daluwang untuk naskah Jawa, Melayu, dan Sunda, kertas Eropa, kertas Cina.
Beberapa nama media itu ada yang baru pertama kali saya dengar seperti gebang dan diuwang-daluwang.
Kemudian sangat asyik juga mencermati beberapa aksara lokal yang ada di negeri kita. Pada dinding museum itu digantungkan kertas kertas lebar yang memuat berbagai aksara yang ada seperti aksara pallawa, aksara kawi, aksara Sunda Kuna, aksara Bugis, aksara Batak, aksara Bali, dan juga aksara Rejang.