Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah. Pada Selasa, 4 September 2018 malam,tercatat nilai tukar itu sudah menyentuh angka Rp 15.029 Â per dollar AS.
Pers memberitakan nilai tukar yang demikian terburuk sejak Juli 1998. Disebutkan juga sejak awal tahun sampai sekarang, rupiah melemah 8,93 pesen.
Terhadap situasi yang demikian Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, krisis ekonomi global mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah.
Menurutnya hal tersebut akan diwaspadai terutama karena dinamika sentimen Argentina tinggi sekali. Krisis ekonomi global itu kadang-kadang berkombinasi  dengan kondisi yang ada di negara emerging lainnya.
Menkeu pada Rapat Paripurna DPR yang membahas R.APBN 2019 ,Selasa,4 September 2019 juga menegaskan krisis disejumlah negara berkembang berpengaruh terhadap perekonomian negara sekawasan lainnya termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan mengklaim pemerintah akan terus memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri, termasuk memperbaiki transaksi berjalan dan neraca perdagangan.
Sri Mulyani juga menyatakan pemerintah juga akan segera memutuskan pembatasan impor barang konsumsi dan meningkatkan kandungan lokal untuk menggantikan komponen impor dalam produksi.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santosa, memastikan pemerintah terus berupaya menjaga kepercayaan para pelaku ekonomi. Sejauh ini dia mengklaim kondisi perbankan masih aman.
Saya bukanlah seorang ahli ekonomi karenanya tidak mampu membaca kondisi keuangan dan perekonomian kita saat ini.
Berkaitan dengan hal tersebut saya hanya mencoba melihat melemahnya nilai tukar rupiah ini dari sisi psikologis dan politis.
Ketika krisis moneter mulai melanda Asia Tenggara tahun 1996 yang diawali dengan krisis di Thailand dalam hal nilai tukar Baht mulai terpuruk, pada saat yang demikian ekonom pemerintah Orde Baru menyatakan krisis yang terjadi di negara Gajah Putih itu tidak akan merembet ke Indonesia.