Sejak munculnya tagar 2019 Ganti Presiden sudah mengemuka juga reaksi terhadap hal tersebut. Banyak juga pihak yang keberatan dengan tagar dimaksud karena tujuannya jelas berupa ajakan agar rakyat tidak lagi memilih Jokowi pada pilpres nanti.Â
Pilpres baru akan digelar pada 14 April 2019 artinya pada saat itulah para pemilih menentukan pilihannya dibilik Tempat Pemungutan Suara ( TPS). Kalau diperhatikan ,seruan ganti presiden itu sudah mulai muncul sekitar awal Mei tahun ini ,artinya masih setahun sebelum hari pencoblosan suara.
Berkaitan dengan tagar tersebut, Prof Romli Atmasasmita ,pakar hukum sekaligus Guru Besar di Universitas Padjajaran telah memberikan pendapatnya.
Sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com ,30/5/2018 ,Romli mengatakan dengan jelas, jika tagar yang dikeluarkan di 2018 ini adalah upaya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah. Romli juga mengatakan ,tak hanya melanggar UU pemilu tetapi menurutnya tagar tersebut juga meyalahi KUHP.
Melalui postingannya ,Romli juga menegaskan ,jika tagar ganti presiden 2019 sudah dikemukakan tahun 2018 sama saja mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah karena saat ini presiden adalah presiden yang sah dipilih rakyat dan pilihan tahun 2018 untuk pilpres 2019 jelas melanggar UU Pemilu  dan KUHP.
Sejalan dengan penjelasan Romli maka saya  juga menilai ada yang tidak pas berkaitan dengan isi tagar itu. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah dipilih secara sah oleh rakyat melalui pilpres 2014. UUD menyatakan masa bakti presiden dan wakil presiden terpilih itu selama lima tahun sejak mengucapkan sumpah jabatan pada 20 Oktober 2014. Dengan demikian sampai dengan 20 Oktober 2019 secara konstitusional yang menjadi pimpinan di negara ini adalah Jokowi-Jusuf Kalla.
Bahwa kemudian sebentar lagi tepatnya 22September 2018 akan dimulai masa kampanye pilpres dan pada waktu yang demikian ada kampanye yang menyebut  Ganti Jokowi masih bisa dipahami.Tetapi menyatakan sejak Mei yang lalu Ganti Presiden ,maka hal dimaksud menurut pandangan saya merupakan hal yang tidak pada tempatnya.
Tetapi kelihatannya Bawaslu tetap membiarkan atau membolehkan digunakannya tagar 2019 Ganti Presiden yang artinya menurut badan pengawas pemilu itu tagar dimaksud tidak bertentangan dengan peraturan perundangan .Sikap ini tentu bertolak belakang dengan pandangan Prof Romli.
Kemudian pada akhir akhir ini bermunculan di Jakarta spanduk " Jangan Pilih Presiden Jahat". Kita mengetahui frasa ini muncul dari pernyataan Mahfud MD yang mengajak masyarakat untuk tidak memilih capres jahat.Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu tidak menyebut secara spesifik siapa yang dimaksudnya dengan presiden jahat itu.
Para politisi dari kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dan juga dari kubu Prabowo-Sandiaga Uno memberi tapsiran sendiri sendiri tentang pengertian presiden jahat itu.
Berkaitan dengan munculnya spanduk " Jangan Pilih Presiden Jahat " itu,Bawaslu DKI telah mengeluarkan instruksi kepada Bawaslu Kabupaten/Jakarta Pusat untuk segera koordinasi dengan Satpol PP agar segera menurunkan spanduk yang demikian.
Hal tersebut dikemukakan oleh Komisioner Bawaslu DKI,Puadi dalam keterangannya ,Rabu ,22/8/2018 sebagaimana dikutip dari detiknews,22/8/2018.