Begitu KH Ma'ruf Amin tanggal 9 Agustus 2018 sore dinyatakan Jokowi sebagai wakilnya, serentak dengan itu dimulailah serangan ke kiai sepuh itu.
Serangan yang mengungkap kelemahan kelemahan cucu Syekh Nawawi Al Bantani itu juga menyasar kepada kelemahan pribadinya.
Di medsos juga muncul ujaran yang menyebut kondisi jantungnya tidak bagus bahkan menyatakan sudah dua ring dipasang karena sakit jantungnya itu .
Bahkan ada juga yang menyebut Ma' ruf Amin dipilih untuk merebut hati warga NU tetapi pada akhirnya akan digugurkan karena alasan kesehatan. Sesudah Ketua Umum MUI itu dinyatakan tidak memenuhi syarat ( TMS) maka ia akan diganti oleh orang lain yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Sejak awal saya sudah menduga bahwa berita yang demikian adalah berita bohong yang sengaja ditiupkan kalangan tertentu yang tujuannya tentu mengerus elektabilitas Jokowi dan Ma'ruf Amin.
Banyak juga saya amati serangan ke Ma' ruf Amin itu justru berasal dari lawan politik atau sekurang kurangnya yang tidak simpati ke presiden petahana itu.
Berkaitan dengan hal yang demikian saya bertanya, mengapa kalangan yang berseberangan dengan Jokowi itu terlalu sibuk membicarakan kelemahan " lawan" nya. Bukankah seharusnya mereka "bergembira" dengan kelemahan yang dipunyai oleh lawan tandingnya itu.
Berkaca kepada hal yang demikian saya hampir sampai kepada sebuah kesimpulan, jangan jangan semua komentar negatif tersebut justru karena ketakutan menghadapi pasangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Kita tentu juga paham, mengingat pilpres adalah kontestasi politik maka didalam dunia politik adakalanya semuanya seperti dihalalkan. Kritik,komentar atau sejenisnya diungkapkan tanpa memperhatikan lagi etika atau juga sopan santun.
Dalam kontestasi yang demikian, saya meyakini siapapun yang dipilih Jokowi sebagai wakilnya pasti juga akan dikritik sebagaimana yang ditujukan ke Ma'ruf Amin.
Selanjutnya salah satu kritik yang saya cermati ialah yang dikemukakan Ratna Sarumpaet, seorang aktivis yang juga cukup dikenal masyarakat.