Drama penggantian Mahfud MD ke KH Ma'ruf Amin telah berlalu namun komentar terhadap hal tersebut masih tetap asyik untuk diikuti. Komentar tersebut ada yang menguntungkan tetapi tidak sedikit  juga yang bisa merugikan citra Jokowi. Begitu juga halnya dengan Ma'ruf Amin. Begitu dipilih sebagai cawapres petahana itu, serangan demi serangan mulai ditujukan kepadanya.
Tetapi perlu juga diingat, sesungguhnya siapapun yang dipilih Jokowi sebagai wakilnya pastilah berbagai kritik pembentukan opini negatif akan ditujukan kepada sosok yang dipilih itu. Andainya tidak Ketua Umum MUI itu yang dipilih, dipastikan serangan dari lawan politik tidak akan berhenti untuk menyerang presiden petahana itu dengan wakilnya.
Dalam konteks yang demikianlah tentunya Jokowi beserta parpol pengusungnya sudah memikirkan dengan matang langkah politik yang diambil pada 9 Agustus siang menjelang pengumuman pasangan Jokowi itu. Tentulah setiap pilihan akan selalu ada untung ruginya.
Menurut pendapat saya, salah satu keuntungan dengan dipilihnya Ma' ruf Amin sebagai cawapres ialah isu  agama tidak terlalu kencang lagi berhembus selama masa kampanye pilpres.
Seperti diketahui sejak kampanye pilpres 2014 telah berhembus isu yang meragukan keislaman Jokowi. Tidak hanya meragukan bahkan menyebutnya turunan PKI. Asal-usul etniknya pun dipertanyakan, yang kesemuanya bermuara kepada sebuah tujuan agar mantan Gubernur DKI itu kalah pada pilpres.
Begitu juga halnya sejak bertugas sebagai pimpinan negeri ini sejak 20 Oktober 2014, isu yang dibungkus dalam sentimen keislaman terus dihembuskan. Agak heran juga memang ketika masih ada pihak-pihak yang meragukan keislaman ayah Kaesang ini.
Selama dan setelah proses Pilkada DKI ,isu agama ini makin kencang lagi berhembus sehingga penggunaan isu yang demikian terasa semakin membelah bangsa ini. Sebagian besar kita mulai khawatir bagaimana kelanjutan persatuan dan kesatuan kita apabila sentimen keagamaan ini terus dikembangkan.
Selanjutnya tidak berlebihan kalau menduga pada pilpres 2019 isu agama juga akan digunakan untuk menggerus elektabilitas Jokowi. Akan dimunculkan isu bahwa tokoh kelahiran Solo itu anti-Islam yang antara lain ditunjukkan dengan pembubaran HTI, kriminalisasi ulama, keberpihakannya ke Ahok dan berbagai tuduhan lainnya.
Kepada parpol yang pada waktu itu diperkirakan akan mendukung Jokowi sudah ada yang memberi label sebagai partai setan. Bahkan ada juga yang menyebut Jokowi akan kena laknat dan karenanya ia akan kalah pada pilpres.
Untuk menangkal isu-isu yang demikian maka merupakan pilihan yang tepatlah menggandeng Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia sebagai cawapres. Bagaimana mungkin Jokowi disebut anti-Islam, anti-Ulama sedangkan cawapresnya adalah KH Ma' ruf Amin, tokoh yang sebenar-benarnya ulama.
Cucu Syekh Nawawi Al Bantani-ulama besar yang berpengaruh di Makkah ini memang ulama dan bukan yang di ulama-ulama kan. Kalaulah benar perkiraan, isu agama tidak lagi digunakan secara masif selama kampanye pilpres tentu hal tersebut menggembirakan. Dengan perkiraan yang demikian maka isu hangat nanti yang akan muncul pada kampanye pilpres salah satunya berkaitan dengan tema ekonomi dan keadilan sosial.