Krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1998 antara lain ditandai dengan dilikuidasinya 16 buah bank. Akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi goyah. Di beberapa bank terjadi rush atau penarikan dana besar besaran oleh warga yang menyimpan uangnya di bank. Kalau hal yang demikian berkelanjutan tentu sangat membahayakan perekonomian nasional.
Untuk mencegah terjadinya krisis kepercayaan yang semakin meningkat maka pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan diantaranya memberi jaminan kepada nasabah bank. Untuk itu dibentuklah sebuah institusi yang bernama Lembaga Jaminan Simpanan atau LPS.
Lembaga ini menjamin pembayaran untuk nasabah yang punya dana maksimal Rp .100 juta pada sebuah bank. Dengan adanya kebijakan yang demikian kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi pulih.
Saya membicarakan LPS  oleh karena pengalaman buruk saya dengan dua buah perusahaan asuransi jiwa. Dengan pengalaman buruk itu  maka muncul dalam pikiran, selayaknya lah untuk nasabah asuransi jiwa juga ada perlindungan, ada semacam lembaga penjamin asuransi.
Memang gagal bayar asuransi tidak akan menimbulkan semacam rush atau juga tidak akan memengaruhi perekonomian nasional. Tetapi kalau banyak nasabah yang mengalami perlakuan yang tidak enak dari perusahaan asuransi maka kepercayaan masyarakat terhadap asuransi akan menurun yang pada gilirannnya akan merugikan perusahaan perusahaan asuransi.
Pengalaman buruk saya tentang perusahaan asuransi jiwa diawali dengan ikut sertanya istri saya menjadi nasabah asuransi jiwa pada sebuah perusahaan asuransi yang cukup beken pada masa itu.
Kantor cabang perusahaan asuransi jiwa itu berada di Jalan Putri Hijau kawasan Glugur Medan. Asuransi jiwa ini cukup terkenal dan perusahaan ini melalui sales nya cukup gencar mencari nasabah.
Pada sekitar tahun 2012, tibalah saatnya untuk mencairkan polis asuransi itu sesudah 15 tahun lebih istri saya membayar premi setiap bulan. Uang yang harus dibayarkan perusahaan itu sebesar Rp.10.710.000-, ( Sepuluh Juta Tujuh Ratus Sepuluh Ribu Rupiah).
Pada masa jatuh tempo nya polis itu mulailah terdengar kabar yang tidak sedap tentang perusahaan asuransi itu. Terdengar desas desus bahwa perusahaan itu pailit. Dalam hati saya berpikir, mengapa bisa perusahaan ini pailit karena setahu saya perusahaan asuransi jiwa ini punya banyak jenis usaha antara lain perhotelan.
Berkaitan dengan hal tersebut saya mendatangi kantor asuransi yang ada di Medan dan saya mendapat kesan perusahaan tersebut memang sedang goyah. Petugas yang saya temui menyatakan, perusahaannya belum dapat membayar polis saya dan mereka sedang menunggu arahan dari kantor pusatnya di Jakarta. Tidak lama kemudian kantor cabang asuransi yang di Medan pun tutup.
Pada sekitar awal tahun 2014, kami didatangi oleh petugas asuransi tersebut dan menyatakan belum dapat memberi kepastian kapan dana dicairkan. Ditambahkannya dana baru bisa dicairkan sesudah semua asset perusahaan terjual. Namun demikian dia memberi tawaran, kalau kami mau yang dibayarkan hanya setengah dari jumlah pertanggungan,dana tersebut dapat diberikan tetapi istri atau saya harus datang langsung di kantor pusatnya di  Jakarta.